Ancam Ekosistem Hutan Dan Peradaban Masyarakat, Jaring Community Tolak Tambang Rare Earth di Mamasa
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/08/ancam-ekosistem-hutan-dan-peradaban.html
MAMASA, FMS - Rencana penambangan Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth di wilayah Kabupaten Mamasa menuai penolakan dari berbagai kalangan, utamanya pecinta lingkungan hidup.
Penolakan terjadi lantaran penambangan LTJ dikhawatirkan akan merusak ekosistem lingkungan. Berdasarkan papan pengumuman yang dipasang oleh pihak perusahaan, PT. Monzanite San untuk sosialisasi dalam tahap penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), diketahui luasan area yang akan ditambang sekitar 9.390,8 hektar.
Area penambangan tersebut tersebar di Kecamatan Mambi, Aralle, dan Buntu Malangka'. Dalam pengumunan tersebut, pihak perusahan tidak menampik dampak negatif yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan seperti dampak fisik, kimia, biologi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat.
Begitu mengkhawatirkannya dampak yang ditimbulkan, penambangan menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Jaring Community (J-Com) Kabupaten Mamasa melalui direkturnya, Erick secara tegas menolak upaya eksploitasi alam.
"Pertama, harus dipahami bahwa hutan di wilayah Mamasa ini adalah bagian dari penyangga paru-paru dunia," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (14/8).
Ia menjelaskan, bagi masyarakat Mamasa secara keseluruhan, hutan bukan hanya sebagai tempat kehidupan banyak habitat, baik flora maupun fauna, tetapi merupakan bagian dari peradaban budaya masyarakat.
"Saya contohkan penamaan gunung Mambulilling, Buntu Bulo, Gandang Dewata misalnya, itu bukan sekedar nama. Tapi ada nilai history budayanya yang menjadi asal muasal peradaban masyarakat yang mendiami bumi Pitu Ulunna Salu, Kondo Sapata', Uai Sapalelean," jelasnya.
Dikatakan, luas keseluruhan wilayah Kabupaten Mamasa sekitar 3.005,88 kilometer persegi atau 300.588 hektar. Jika yang area penambangan itu seluas 9.390,8 hektar, maka ada sekitar 3,124143 persen area tambang LTJ di Kabupaten Mamasa.
Kalau tambang itu semua misalnya areanya di kawasan hutan. Maka dari 144.929, 02 hektar kawasan hutan Mamasa baik hutan primer maupun sekunder, ada sekitar 6,5 persen kawasan hutan yang jadi area tambang.
"Wow, gila benar. Apa gak kepikiran kita dengan dampak negatifnya. Meskipun dampak ekonomi mungkin tinggi, tapi mengancan keberlangsungan suber daya alam utama penghidupan masyarakat, mengancan ekosistem alam yang luas, mengancam peradaban budaya dan sosial masyarakat, maka tidak ada kata lain, tolak rencana penambangan rare earth itu," lanjutnya.
Ia juga mendorong agar seluruh komponen masyarakat, hingga pemerintah daerah dan wakil rakyat agar membangun komunikasi intensif dan komprehensif untuk serius membicarakan rencana eksploitasi alam tersebut.
"Semua harus duduk bersama membicarakan hal itu, jangan sampai kita mewariskan kegagalan mempertahankan ekosistem tanah lelulur kepada generasi berikutnya," tambahnya.
Berdasarkan informasi yang disadur dari laman Wikipedia, Logam Tanah Jarang atau unsur tanah jarang adalah kumpulan 17 unsur kimia pada tabel periodik, terutama 15 Latanida ditambah Skandium dan Yttrium. Skandium dan Yttrium dianggap sebagai logam tanah jarang karena sering ditemukan pada deposit-deposit bijih Lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan Lantanida.
Pada umumnya, unsur tanah jenis ini ada dilapisan kerak bumi. Sehingga jenis tambang ini adalah tambang terbuka, bukan tambang tanah dalam. (klp)
Penolakan terjadi lantaran penambangan LTJ dikhawatirkan akan merusak ekosistem lingkungan. Berdasarkan papan pengumuman yang dipasang oleh pihak perusahaan, PT. Monzanite San untuk sosialisasi dalam tahap penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), diketahui luasan area yang akan ditambang sekitar 9.390,8 hektar.
Area penambangan tersebut tersebar di Kecamatan Mambi, Aralle, dan Buntu Malangka'. Dalam pengumunan tersebut, pihak perusahan tidak menampik dampak negatif yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan seperti dampak fisik, kimia, biologi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat.
Begitu mengkhawatirkannya dampak yang ditimbulkan, penambangan menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Jaring Community (J-Com) Kabupaten Mamasa melalui direkturnya, Erick secara tegas menolak upaya eksploitasi alam.
"Pertama, harus dipahami bahwa hutan di wilayah Mamasa ini adalah bagian dari penyangga paru-paru dunia," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (14/8).
Ia menjelaskan, bagi masyarakat Mamasa secara keseluruhan, hutan bukan hanya sebagai tempat kehidupan banyak habitat, baik flora maupun fauna, tetapi merupakan bagian dari peradaban budaya masyarakat.
"Saya contohkan penamaan gunung Mambulilling, Buntu Bulo, Gandang Dewata misalnya, itu bukan sekedar nama. Tapi ada nilai history budayanya yang menjadi asal muasal peradaban masyarakat yang mendiami bumi Pitu Ulunna Salu, Kondo Sapata', Uai Sapalelean," jelasnya.
Dikatakan, luas keseluruhan wilayah Kabupaten Mamasa sekitar 3.005,88 kilometer persegi atau 300.588 hektar. Jika yang area penambangan itu seluas 9.390,8 hektar, maka ada sekitar 3,124143 persen area tambang LTJ di Kabupaten Mamasa.
Kalau tambang itu semua misalnya areanya di kawasan hutan. Maka dari 144.929, 02 hektar kawasan hutan Mamasa baik hutan primer maupun sekunder, ada sekitar 6,5 persen kawasan hutan yang jadi area tambang.
"Wow, gila benar. Apa gak kepikiran kita dengan dampak negatifnya. Meskipun dampak ekonomi mungkin tinggi, tapi mengancan keberlangsungan suber daya alam utama penghidupan masyarakat, mengancan ekosistem alam yang luas, mengancam peradaban budaya dan sosial masyarakat, maka tidak ada kata lain, tolak rencana penambangan rare earth itu," lanjutnya.
Ia juga mendorong agar seluruh komponen masyarakat, hingga pemerintah daerah dan wakil rakyat agar membangun komunikasi intensif dan komprehensif untuk serius membicarakan rencana eksploitasi alam tersebut.
"Semua harus duduk bersama membicarakan hal itu, jangan sampai kita mewariskan kegagalan mempertahankan ekosistem tanah lelulur kepada generasi berikutnya," tambahnya.
Berdasarkan informasi yang disadur dari laman Wikipedia, Logam Tanah Jarang atau unsur tanah jarang adalah kumpulan 17 unsur kimia pada tabel periodik, terutama 15 Latanida ditambah Skandium dan Yttrium. Skandium dan Yttrium dianggap sebagai logam tanah jarang karena sering ditemukan pada deposit-deposit bijih Lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan Lantanida.
Pada umumnya, unsur tanah jenis ini ada dilapisan kerak bumi. Sehingga jenis tambang ini adalah tambang terbuka, bukan tambang tanah dalam. (klp)