Tetua Adat Balla Lakukan Ritual Ma'rompo Bamba Untuk Hindarkan Kampung Dari Wabah Virus Corona
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/04/tetua-adat-balla-lakukan-ritual-marompo.html
MAMASA, FMS - Virus Corona yang kian mengkhawatirkan membuat tokoh adat di Kecamatan Balla laksanakan ritual adat yang disebut Ma'rompo Bamba atau memagar kampung, Rabu (1/4).
Ma'rompo Bamba merupakan ritual yang dilaksanakan sebagai upaya atas mewabahnya Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau Virus Coroma agar tidak menyerang wilayah mereka.
Ritual tersebut dilaksanakan seluruh keturunan Pemangku Adat yang dituakan di wilayah Balla dan dilakukan jauh dari perkampungan yakni di atas bukit yang tidak dihuni oleh masyarakat di Desa Balla Barat.
Secara teknis dalam ritual tersebut dilakukan penyembelihan tiga ekor ayam dan membuat nasi dimasak di dalam bambu. Daging ayam dan nasi yang sudah dimasak diletakkan di atas tempat sesajen yang terbuat dari anyaman bambu.
Tempat sesajen masyarakat Balla disebut Kambongan dan Laludun sekaligus sebagai simbol pagar untuk menangkal wabah Virus Corona.
Proses meletakkan sesajen di atas Kambongan dan Laludun hanya boleh dilakukan seorang tetua dengan mengucapkan beberapa kalimat seperti membaca mantra yang mengandung makna untuk mengusir wabah corona.
Sesajen yang terdiri dari daging ayam dan nasi yang dimasak di dalam bambu merupaka korban persembahan bagi dewata sang pencipta alam.
Dalam ritual para tetua adat juga melakukan proses ma'pangngan atau makan siri dan mengeluarkan benda-benda pusaka. Salah satu Tokoh Adat Kecamatan Balla, Thomas D menjelaskan jika ritual itu dilakukan, masyarakat meyakini akan terhindar dari wabah Virus Corona.
"Ini tradisi yang turun temurun dilakukan masyarakat di Balla pada umumnya, dengan sejumlah larangan dan pantangan yang tidak boleh dilakukan seluruh warga setelah ritual Ma'rompo Bamba dilakukan," jelasnya.
Ia menerangkan sejumlah hal yang tidak boleh dilakukan tersebut yaitu warga tidak diperbolehkan menumbuk padi pada malam hari, tidak boleh menjemur pakaian pada malam hari, tidak pada menenun malam hari, tidak boleh menebang pohon di sekitar kampung dan tidak diperkenankan berteriak atau berbuat sesuatu yang memancing keributan.
"Setelah prosesi ini, diharapkan agar warga tetap tinggal di rumah dengan harapan tidak terjadi bencana," terangnya. (klp)
Ma'rompo Bamba merupakan ritual yang dilaksanakan sebagai upaya atas mewabahnya Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau Virus Coroma agar tidak menyerang wilayah mereka.
Ritual tersebut dilaksanakan seluruh keturunan Pemangku Adat yang dituakan di wilayah Balla dan dilakukan jauh dari perkampungan yakni di atas bukit yang tidak dihuni oleh masyarakat di Desa Balla Barat.
Secara teknis dalam ritual tersebut dilakukan penyembelihan tiga ekor ayam dan membuat nasi dimasak di dalam bambu. Daging ayam dan nasi yang sudah dimasak diletakkan di atas tempat sesajen yang terbuat dari anyaman bambu.
Tempat sesajen masyarakat Balla disebut Kambongan dan Laludun sekaligus sebagai simbol pagar untuk menangkal wabah Virus Corona.
Proses meletakkan sesajen di atas Kambongan dan Laludun hanya boleh dilakukan seorang tetua dengan mengucapkan beberapa kalimat seperti membaca mantra yang mengandung makna untuk mengusir wabah corona.
Sesajen yang terdiri dari daging ayam dan nasi yang dimasak di dalam bambu merupaka korban persembahan bagi dewata sang pencipta alam.
Dalam ritual para tetua adat juga melakukan proses ma'pangngan atau makan siri dan mengeluarkan benda-benda pusaka. Salah satu Tokoh Adat Kecamatan Balla, Thomas D menjelaskan jika ritual itu dilakukan, masyarakat meyakini akan terhindar dari wabah Virus Corona.
"Ini tradisi yang turun temurun dilakukan masyarakat di Balla pada umumnya, dengan sejumlah larangan dan pantangan yang tidak boleh dilakukan seluruh warga setelah ritual Ma'rompo Bamba dilakukan," jelasnya.
Ia menerangkan sejumlah hal yang tidak boleh dilakukan tersebut yaitu warga tidak diperbolehkan menumbuk padi pada malam hari, tidak boleh menjemur pakaian pada malam hari, tidak pada menenun malam hari, tidak boleh menebang pohon di sekitar kampung dan tidak diperkenankan berteriak atau berbuat sesuatu yang memancing keributan.
"Setelah prosesi ini, diharapkan agar warga tetap tinggal di rumah dengan harapan tidak terjadi bencana," terangnya. (klp)