Ditengah Wabah Corona, Larangan Wartawan Meliput Kembali Terjadi
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/04/ditengah-wabah-corona-larangan-wartawan.html
MAMASA, FMS -- Instruksi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo agar semua informasi terkait Penanganan dan Pencegahan Covid 19 dibuka secara luas dan transparan nyatanya tidak sepenuhnya berlaku di Mamasa.
Untuk kesekian kalinya, awak media yang coba melakukan peliputan di Pos Komando Percepatan Penanganan Covid 19 Kabupaten Mamasa diusir oleh bagian Protokoler Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa.
Sebelumnya, pada rapat hari Senin (20/4) yang mambahas sejumlah agenda penanganan Virus Corona di Mamasa tak diberikan akses Bagian Humas Dinas Komunikasi dan Informatika Mamasa dan Bagian Protokoler Sekretariat Daerah (Setda) Mamasa.
Kali ini, Rabu (22/4) ada dua agenda pertemuan yang dilaksanakan di Pos Komando Percepatan Penanganan Covid 19 Kabupaten Mamasa yaitu rapat Bupati Mamasa dengan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah dan Video Conference antara Pemda dan Mahasiswa asal Mamasa yang saat ini menuntut ilmu di berbagai daerah.
Pada kedua agenda tersebut, wartawan dilarang meliput, meskipun hanya untuk mengambil gambar.
"Nanti kami satukan rilisnya, baru disampaikan ke teman-teman media," terang Kepala Bagian Protokoler Setda Mamasa, Thimotius Kaloli. Bahkan, awak media yang sudah mengambil posisi dalam ruangan untuk bersiap melakukan peliputan diusir keluar. Sontak, hal tersebut memancing emosi sejumlah awak media.
"Kenapa wartawan dilarang meliput, toh yang dibahas dalam pertemuan tersebut bukanlah informasi yang dikecualikan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," kata, Semuel, wartawan Tribun Timur.
Dijelaskan tindakan pihak Pemda tersebut sebagai upaya menghalang-halangi kebebasan pers seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. "Dalam Pasal 18 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)," jelasnya.
Dengan demikian, wartawan pada saat menjalankan tugas dibekali regulasi yang jelas sehingga setiap informasi yang akan dimuat dapat dipertanggung jawabkan secara profesional dengan tetap menjaga norma dan batasan-batasa seperti yang diamanatkan undang-undang.
Ia menuturkan alasan Protokoler pemda yang melarang meliput dan hanya akan membagikan resume pertemuan ke awak media dinilai sebagai upaya intervensi dan mendikte wartawan dalam menulis karya jurnalistik.
"Itu pelanggaran berat terhadap kebebasan pers, wartawan yang datang meliput macam didikte saja dalam menulis berita," tuturnya. Hingga berita ini diturunkan, sejumlah kuli tinta tengah melakukan konsolidasi untuk memutuskan langkah selanjutnya yang akan diambil. (Kedi)
Untuk kesekian kalinya, awak media yang coba melakukan peliputan di Pos Komando Percepatan Penanganan Covid 19 Kabupaten Mamasa diusir oleh bagian Protokoler Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa.
Sebelumnya, pada rapat hari Senin (20/4) yang mambahas sejumlah agenda penanganan Virus Corona di Mamasa tak diberikan akses Bagian Humas Dinas Komunikasi dan Informatika Mamasa dan Bagian Protokoler Sekretariat Daerah (Setda) Mamasa.
Kali ini, Rabu (22/4) ada dua agenda pertemuan yang dilaksanakan di Pos Komando Percepatan Penanganan Covid 19 Kabupaten Mamasa yaitu rapat Bupati Mamasa dengan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah dan Video Conference antara Pemda dan Mahasiswa asal Mamasa yang saat ini menuntut ilmu di berbagai daerah.
Pada kedua agenda tersebut, wartawan dilarang meliput, meskipun hanya untuk mengambil gambar.
"Nanti kami satukan rilisnya, baru disampaikan ke teman-teman media," terang Kepala Bagian Protokoler Setda Mamasa, Thimotius Kaloli. Bahkan, awak media yang sudah mengambil posisi dalam ruangan untuk bersiap melakukan peliputan diusir keluar. Sontak, hal tersebut memancing emosi sejumlah awak media.
"Kenapa wartawan dilarang meliput, toh yang dibahas dalam pertemuan tersebut bukanlah informasi yang dikecualikan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," kata, Semuel, wartawan Tribun Timur.
Dijelaskan tindakan pihak Pemda tersebut sebagai upaya menghalang-halangi kebebasan pers seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. "Dalam Pasal 18 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)," jelasnya.
Dengan demikian, wartawan pada saat menjalankan tugas dibekali regulasi yang jelas sehingga setiap informasi yang akan dimuat dapat dipertanggung jawabkan secara profesional dengan tetap menjaga norma dan batasan-batasa seperti yang diamanatkan undang-undang.
Ia menuturkan alasan Protokoler pemda yang melarang meliput dan hanya akan membagikan resume pertemuan ke awak media dinilai sebagai upaya intervensi dan mendikte wartawan dalam menulis karya jurnalistik.
"Itu pelanggaran berat terhadap kebebasan pers, wartawan yang datang meliput macam didikte saja dalam menulis berita," tuturnya. Hingga berita ini diturunkan, sejumlah kuli tinta tengah melakukan konsolidasi untuk memutuskan langkah selanjutnya yang akan diambil. (Kedi)