Ketua Kelompok Tani Pasangkayu Soroti Perusahaan Kelapa Sawit PT.Mamuang
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/02/ketua-kelompok-tani-pasangkayu-soroti.html
Mamuju, FMS - Ketua kelompok pemberdayaan masyarakat (KPM) Pasangkayu , Agung menyoroti pajak perusahaan kelapa sawit PT.Mamuang yang selama ini sudah puluhan tahun beraktivitas di Desa Martasari, Kecamatan Pedongga, Kabupaten Pasangkayu.
Menurutnya luas lahan hak guna usaha (HGU) yang semestinya harus di kelola PT.Mamuang sekitar 8 ribu hektar, sedangkan yang dikelola saat ini sekitar 11.600 hektar. Selaku ketua KPM Pasangkayu mempertayakan 3.600 hektar lahan kelapa sawit yang hingga kini masih dikelola oleh pihak perusahaan yang tidak masuk dalam ukuran HGU.
“Inilah yang menurut saya mereka ketakutan selain kesalahan objek yang mereka kelola juga kelebihan itu, karena mereka ketahuan. Sekian tahun melakukan penggelapan pajak. Dugaan saya kurang lebih Rp 400 Miliar, karena mulai tahun 1996 hingga sampai saat ini pajak yang dikelolah PT.Mamuang ini tidak dibayar kepada negara,” terangnya, Rabu (19/2) saat di temui di salah satu warkop di Mamuju.
"Saat kami menggugat masih sekitar seratusan miliar setelah sepuluh tahun ini sudah mulai membengkak,” tambahnya.
Lanjut Agung meski Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar telah mengeluarkan rekomendasi untuk membuat satgas menyelesaikan konflik agraria antara PT.Mamuang dengan warga.
“Saya katakan dalam hal ini PT Mamuang sangat arogan kalau tidak mau melakukan pengukuran ulang tapal batas,” kata Agung.
Agung juga menyayangkan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Sulbar yang tak mau melakukan pengukuran mengenai tapal batas HGU milik PT. Mamuang dengan tapal batas lahan milik warga. Meski gubernur telah membuat rekomendasi.
Selain itu Agung juga meminta kepada pihak PT. Mamuang untuk duduk bersama warga dan menghadirkan pemerintah, sehingga konflik antara warga dengan PT. Mamuang ada titik penyelesaian.
“Saya hanya minta bagaimana PT.Mamuang legowo menyerahkan kepada warga sesuai dengan hak warga, kalau itu di mitrakan kita mitrakan kalau mau diganti rugi ya kami terima,” pungkasnya.
Teguh Ali Mursiaji, bagian CDAM PT.Mamuang yang dikonfirmasi mengatakan, terkait permasalahan PT. Mamunag dengan PKM Pasangkayu sudah ada dua kali putusan yang inkracht dan sudah menjalani proses tahapan hukum, putusan itu sudah dua-duanya dinyatakan inkracht oleh pengadilan.
"Pertama pada tahun 2008 Pengadilan Negeri Mamuju, putusan kedua tahun 2009 Pengadilan Negeri Makassar dan sampai putusan peninjauan kembali (PK) tahun 2011. Terus mereka melakukan gugatan kembali antara tahun 2011/2012. Sedangkan putusan akhirnya tahun 2015 di Mahkama Agung (MA). Bahwa tidak bisa dibuktikan lokasi itu milik mereka (PKM Pasangkayu) ,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan dibelakangan ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar, untuk dilakukan peninjauan kembali melakukan pengukuran ulang sebagai upaya penyelesaian konflik antara kelompok pemberdayaan masyarakat (KPM) Pasangkayu dengan PT. Mamuang.
“ Jadi kami juga sebagai investorlah sedikit agak bingung, kenapa adalagi pertemuan-pertemuan untuk mediasi. Tingkatan tertinggi untuk memediasai permasalahan itu ada dijalur hukum, padahal sudah ada putusan jalur hukumnya. Jadi kami investor jadi bingung bagaimana pola penyelesaiannya kalau dua putusan itu tidak dianggap sah, itu juga menjadi keluh kesah kami,” terangnnya.(Awal).
Menurutnya luas lahan hak guna usaha (HGU) yang semestinya harus di kelola PT.Mamuang sekitar 8 ribu hektar, sedangkan yang dikelola saat ini sekitar 11.600 hektar. Selaku ketua KPM Pasangkayu mempertayakan 3.600 hektar lahan kelapa sawit yang hingga kini masih dikelola oleh pihak perusahaan yang tidak masuk dalam ukuran HGU.
“Inilah yang menurut saya mereka ketakutan selain kesalahan objek yang mereka kelola juga kelebihan itu, karena mereka ketahuan. Sekian tahun melakukan penggelapan pajak. Dugaan saya kurang lebih Rp 400 Miliar, karena mulai tahun 1996 hingga sampai saat ini pajak yang dikelolah PT.Mamuang ini tidak dibayar kepada negara,” terangnya, Rabu (19/2) saat di temui di salah satu warkop di Mamuju.
"Saat kami menggugat masih sekitar seratusan miliar setelah sepuluh tahun ini sudah mulai membengkak,” tambahnya.
Lanjut Agung meski Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar telah mengeluarkan rekomendasi untuk membuat satgas menyelesaikan konflik agraria antara PT.Mamuang dengan warga.
“Saya katakan dalam hal ini PT Mamuang sangat arogan kalau tidak mau melakukan pengukuran ulang tapal batas,” kata Agung.
Agung juga menyayangkan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Sulbar yang tak mau melakukan pengukuran mengenai tapal batas HGU milik PT. Mamuang dengan tapal batas lahan milik warga. Meski gubernur telah membuat rekomendasi.
Selain itu Agung juga meminta kepada pihak PT. Mamuang untuk duduk bersama warga dan menghadirkan pemerintah, sehingga konflik antara warga dengan PT. Mamuang ada titik penyelesaian.
“Saya hanya minta bagaimana PT.Mamuang legowo menyerahkan kepada warga sesuai dengan hak warga, kalau itu di mitrakan kita mitrakan kalau mau diganti rugi ya kami terima,” pungkasnya.
Teguh Ali Mursiaji, bagian CDAM PT.Mamuang yang dikonfirmasi mengatakan, terkait permasalahan PT. Mamunag dengan PKM Pasangkayu sudah ada dua kali putusan yang inkracht dan sudah menjalani proses tahapan hukum, putusan itu sudah dua-duanya dinyatakan inkracht oleh pengadilan.
"Pertama pada tahun 2008 Pengadilan Negeri Mamuju, putusan kedua tahun 2009 Pengadilan Negeri Makassar dan sampai putusan peninjauan kembali (PK) tahun 2011. Terus mereka melakukan gugatan kembali antara tahun 2011/2012. Sedangkan putusan akhirnya tahun 2015 di Mahkama Agung (MA). Bahwa tidak bisa dibuktikan lokasi itu milik mereka (PKM Pasangkayu) ,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan dibelakangan ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar, untuk dilakukan peninjauan kembali melakukan pengukuran ulang sebagai upaya penyelesaian konflik antara kelompok pemberdayaan masyarakat (KPM) Pasangkayu dengan PT. Mamuang.
“ Jadi kami juga sebagai investorlah sedikit agak bingung, kenapa adalagi pertemuan-pertemuan untuk mediasi. Tingkatan tertinggi untuk memediasai permasalahan itu ada dijalur hukum, padahal sudah ada putusan jalur hukumnya. Jadi kami investor jadi bingung bagaimana pola penyelesaiannya kalau dua putusan itu tidak dianggap sah, itu juga menjadi keluh kesah kami,” terangnnya.(Awal).