Memetakan Sistem Pangan Dunia yang Adil dan Berkelanjutan

Dr. Syamsul Rahman, S.TP, M.Si
Anggota Perhimpunan Ahli Tekonologi Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Makassar

KRISIS Pangan Dunia telah melepas tali kekang beberapa kecenderungan berbahaya. Jika tidak diawasi dengan baik, hal ini akan membawa petaka besar bagi banyak orang. Tetapi tak ada yang tidak mungkin dihindari dalam hal ini. Tidak ada yang segalanya bisa ditentukan sebelum terjadi. Tantangan-tantangan yang dihadapi bersifat politis dan ekonomis, yang semuanya buatan manusia, bukan sesuatu yang serba ditentukan oleh unsur-unsur biofisik. Karena itu, melalui pilihan-pilihan politik dan ekonomi yang lebih baik, kita sebenarnya dapat membangun suatu sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Bagaimana hal itu bisa dilakukan? Untuk menjawab hal itu, menurut Paul McMahon (2013) setidaknya ada empat tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, petani, investor, dan semua warga negara untuk menghasilkan suatu sistem pangan dunia yang lebih aman dan lebih adil. Tindakan-tindakan itu adalah; Pertama, membantu para petani kecil di negara-negara berkembang untuk menanam lebih banyak tanaman pangan. Kedua, meletakkan unsur-unsur ekologi di pusat sistem produksi pangan. Ketiga, menjadikan pasar keuangan benar-benar bekerja untuk menjawab semua tantangan yang dihadapi oleh sistem pangan dunia. Keempat, melakukan penyesuaian diri terhadap harga-harga bahan pangan yang terus meningkat serta peralihan ke arah suatu perekonomian yang berlandaskan kehayatian bumi (bio-based economy).

Membantu Petani Kecil di Negara Berkembang

Mungkin kita akan berpikir kalau gagasan agar negara-negara miskin menanam lebih banyak tanaman pangan itu tidak akan mendapat banyak tentangan (kontroversial). Tetapi, selama sekian dasawarsa, banyak pakar ekonomi Barat justru menganggap tidak selalu demikian. Mereka berpendapat bahwa setiap negara harus menciptakan dan memanfaatkan keuntungan perbandingan (comparative advantages)nya masing-masing. Contohnya, sistem pertanian modern di AS, Brasil, dan Australia dapat menghasilkan bebuliran pangan dan daging dengan ongkos lebih murah, maka akan lebih baik bagi negara-negara berkembang mengimpor bahan-bahan pangan tersebut dan lebih mencurahkan tenaga mereka ke sektor-sektor yang lain.

Menanam semakin banyak tanaman pangan di dalam negeri bukan hanya sesuatu yang memang baik, tetapi juga karena mempertimbangkan resiko-resiko yang akan kian banyak dan kian berat jika terus-menerus tergantung pada impor. Membangun sektor pertanian yang kuat akan memperkuat dan mempercepat pembangunan yang membawa kemakmuran bagi semua orang. Meningkatkan produktivitas dan keuntungan usaha-usaha pertanian, akan membawa manfaat kepada sebagian besar rakyat.

Meletakkan Ekologi di Pusat Sistem Pangan

Pendapat yang mempertanyakan apakah sistem pertanian Afrika harus dibangun dari lahan-lahan pertanian skala kecil atau dari lahan-lahan pertanian skala besar, tiada lain mencerminkan perdebatan tentang bagaimana seharusnya bahan pangan diproduksi. Perdebatan ini sangat relevan baik bagi negara-negara Eropa dan Amerika Utara maupun bagi negara-negara sedang berkembang. Sistem pertanian modern bisa menghabiskan sumberdaya yang terbatas, memerosotkan mutu lingkungan hidup, dan melepas gas-gas rumah kaca.

Tetapi pada satu sisi, ada kalangan yang melihat teknologi adalah jawabannya. Mereka sangat percaya bahwa semua petani di manapun di dunia ini, seharusnya mengembangkan lebih lanjut sistem pertanian yang terindustrialisasi, membutuhkan asupan tinggi, yang sudah berkembang  sejak paruh kedua abad XX.

Membuat Pasar Keuangan Bekerja untuk Ketahanan Pangan

Meningkatkan produksi pangan melalui sistem pertanian berkelanjutan, jelas membutuhkan investasi, bukan hanya dalam sektor pertanian itu sendiri, tetapi juga untuk membangun prasarana jalan, jalur kereta api, saluran pengairan, sekolah-sekolah, dan pasar yang dibutuhkan untuk menunjang pembangunan pertanian. FAO memperkirakan investasi bersih sebesar 83 miliar dolar AS per tahun dibutuhkan untuk membangun sektor pertanian di negara-negara sedang berkembang jika memang diinginkan ada bahan pangan yang cukup tersedia bagi 9 miliar jiwa penduduk dunia pada tahun 2050 nanti.

Banyak dari dana investasi itu diharapkan datang dari para petani sendiri, yakni dengan menanamkan kembali keuntungan mereka selama ini untuk memperbaiki mutu lahan-lahan mereka. Pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan anggaran dalam jumlah yang cukup besar sebagai bagian dari strategi nasional pembangunan pertanian mereka.

Belajar Mencintai Harga Pangan yang Tinggi

Telah dibahas panjang lebar oleh para ekonom tentang harga-harga bahan pangan yang tinggi. Memang itulah tekanan paling keras yang dapat dilihat paling jelas dalam sistem pangan dunia saat ini. Lusinan laporan telah menggambarkan rinci bagaimana tingginya harga-harga bahan pangan semakin memerosotkan keadaan mereka yang kelaparan dan mengakibatkan kesengsaraan kaum miskin. Tuntutannya adalah bahwa pemerintah perlu secepat mungkin mengembalikan harga-harga tersebut ke tingkat yang wajar dan berhenti melakukan hal-hal yang akan membuatnya tetap bergerak semakin tinggi.

Tetapi, justru banyak keluhan bahwa harga bahan pangan terlalu rendah datang dari beberapa organisasi non pemerintah (Ornop). Menurut mereka keadaan itu telah membuat banyak petani, baik di negara-negara kaya maupun negara-negara miskin, sama-sama meninggalkan sektor pertanian atau bahkan banyak bunuh diri. Ini menggambarkan bahwa masalah harga bahan pangan memang sangat kompleks. Isu ini bukanlah kasus sederhana yang mangatakan bahwa harga tinggi ‘pasti baik’ dan harga rendah ‘pasti jelek’.

Related

#NASIONAL 6511778162833340943

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item
close
Pemilihan Serentak Kabupaten Majene