Pembebasan Lahan Stadion Mamasa Berpolemik, Pihak Terkait Angkat Bicara
https://www.fokusmetrosulbar.com/2019/11/pembebasan-lahan-stadion-mamasa.html
Mamasa, FMS - Polemik pembebasan lahan untuk persiapan Stadion Sepak Bola Mamasa yang akan ditempatkan di Desa Lambanan, Kecamatan Mamasa ditanggapi berbagai pihak.
Persoalan ini muncul berawal dari pernyataan yang dilontarkan oleh legislator Partai Gerindra, Junaedi saat rapat bersama penetapan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Mamasa tahun 2020 beberapa waktu lalu.
Ia menekankan pentingnya dewan mengetahui isi KUA-PPAS agar dapat menjawab pertanyaan konsituen terkait kebijakan-kebijakan pemerintah daerah.
"Kalau kami ditanya, mau jawab apa?. Misalnya ketika masyarakat menanyakan biaya pembebasan lahan lokasi lapangan sepak bola yang jauh diatas nilai jual objek pajak Nilai Jua (NJOP) dan tidak sesuai dengan anggaran yang tertera di APBD," tuturnya.
Pernyataan inilah yang mengundang klarifikasi dari sejumlah pihak. Junaedi sendiri saat dikonfirmasi ulang, Senin (11/11) mengungkapkan sesuai informasi yang Ia dapatkan untuk pembebasan lahan tersebut nilainya hanya sekitar Rp14 ribu per meter. "NJOPnya itu lahan menurut Kepala Desa Lambanan hanya Rp14 ribu rupiah per meter, tapi dibebaskan miliaran rupiah jadi ada markup," katanya.
Ia juga mengungkap bahwa pemilik lahan sebenarnya tidak menerima pembayaran sesuai dengan harga yang seharusnya. "Ada rekaman suaranya, yang punya lahan hanya dapat Rp1,7 miliar dari total Rp2,7 miliar ( nilai yang tertera anggaran pembebasan lahan menurut pagu APBD tahun 2019, red)," ungkapnya.
Sekretaris Daerah Mamasa, Ardiansyah mengatakan terkait penetapan nilai pembebasan lahan itu dilakukan oleh lembaga independen yang namanya Tim Appraisal Independen.
"Sejak tahun 2019 awal semua pembebasan tanah berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib menggunakan jasa Appraisal yang merupan tim penilai harga tanah independen yang diberikan sertifikasi oleh negara melalui kementerian terkait untuk melakukan keahlian penaksiran harga tanah," katanya, Senin (11/11).
Dijelaskan Pemerintah Daerah (Pemda) tidak boleh melakukan penaksiran sendiri, harus menggunakan jasa lembaga independen tersebut, yang dibekali oleh keilmuan tersendiri. "Tim ini menggunakan banyak metode untuk mengukur harga tanah. Jadi harga tanah yang ditentukan bukan soal nego, tapi sesuai hasil kajian berdasarkan keilmuan yang dimiliki," jelasnya.
Menurutnya, hasil perhitungan Tim Appraisal itulah yang menjadi dasar bagi Pemda untuk melakukan pembayaran. "Nah di APBD itu pagunya gelondongan karena kita belum tahu berapa harga tanah, yang tercantun didalam APBD tidak detail dan hanya tertulis terkait pembesan lahan untuk fasilitas olahraga," ungkapnya.
Pemda lanjutnya, terbuka bagi masyarakat yang ingin tahu hasil hitungan pembebasan lahan tersebut. "Untuk lebih detail silahkan ditanyakan langsung ke Tim Appraisal Indepanden yang ada di Makasaar," tambahnya.
Wakil Ketua II DPRD Mamasa, Juan Gayang Pongtiku yang merupakan warga Desa Lambanan dimintai tanggapanya via wahtshapp menjawab singkat. "Saya tidak tahu jelas soal itu, silahkan langsung dikonfirmaai ke dinas terkait," katanya.
Ia hanya berharap agar lahan yang sudah dibebaakan dapat dikerjakan tahun 2020. "Mudah-mudahan tahu depan dibangun supaya anggaran tidak mubassir," harapnya.
Klarifikasi juga disampaikan oleh Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Mamasa, Daud Tandi Arruan yang mengatakan untuk pembebasan lahan itu sudah diprogramkan 5 tahun kedepan. "Ini untuk dipahami bahwa terkait pembebasan lahan, semua OPD diminta oleh Pemda memasukkan program rencana lahan yang akan dibebaskan," ucapnya.
Ia menuturkan terkait pembebasan lahan untuk rencana stadion penaksirannya dilakukan oleh Tim Appraisal Independen. "Yang dibebasakan itu sekitar 2 hektar dengan harga berdasarkan taksir Tim Appraisal sebesar 109 ribu rupiah per meter," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa nilai yang ditaksir oleh tim independen justru lebih rendah dari taksir Zona Nilai Tanah (ZNT) yang ditetapkan pertanahan yang mencapai jutaan per meter. "Malah kalau berdasarkan ZNT itu ada yang sampai Rp1,5 juta per meter," jelasnya.
Untuk mengetahui lebih pasti soal pembebasan lahan , awak media mendatangi langsung pihak yang menjual tanah untuk penempatan lapangan sepak bola yang berada di Desa Lambanan yang jaraknya sekitar empat kilometer dari pusat Kota Mamasa.
Pemilik lahan Amir mengaku menjual lahan ke Pemda yang luasnya sekitar dua hektar sebesar Rp2,2 miliar. "Seandainya saat itu saya tidak butuh, tidak akan saya jual lokasiku seharga itu, karena kalau harga sebenarnya bisa lebih dari itu," katanya saat dikonfirmasi.
Ia menyampaikan bahwa sebelum dibayar Pemda, terlebih dulu memang Tim Appraisal Independem melakukan panaksiran terhadap tanah yang akan dijual. "Biar kita bilang Rp25 ribu per meter kalau itu tim bilang tidak masuk akal, maka itu tidak jadi," ucapnya.
Terrkait harga yang dibayarkan oleh Pemda, dirinya mengaku sudah puas. Soal ada pihak yang permasalahkan, itu hal lain. "Tapi bagi saya sudah puas karena yang dibayarkan sesuai dengan apa yang saya tandatangani," ungkapnya.
Amir menambahkan dirinya yakin pihak Pemda tidak akan mungkin main-main dengan apa yang sudah disepakati terkait harga pembebasan lahan. "Tidak mungkin Pemda macam-macam. Kalau mereka palsukan tanda tangan saya, saya bisa cek kontrak yang pernah disepakati," tambahnya. (kedi)
Persoalan ini muncul berawal dari pernyataan yang dilontarkan oleh legislator Partai Gerindra, Junaedi saat rapat bersama penetapan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Mamasa tahun 2020 beberapa waktu lalu.
Ia menekankan pentingnya dewan mengetahui isi KUA-PPAS agar dapat menjawab pertanyaan konsituen terkait kebijakan-kebijakan pemerintah daerah.
"Kalau kami ditanya, mau jawab apa?. Misalnya ketika masyarakat menanyakan biaya pembebasan lahan lokasi lapangan sepak bola yang jauh diatas nilai jual objek pajak Nilai Jua (NJOP) dan tidak sesuai dengan anggaran yang tertera di APBD," tuturnya.
Pernyataan inilah yang mengundang klarifikasi dari sejumlah pihak. Junaedi sendiri saat dikonfirmasi ulang, Senin (11/11) mengungkapkan sesuai informasi yang Ia dapatkan untuk pembebasan lahan tersebut nilainya hanya sekitar Rp14 ribu per meter. "NJOPnya itu lahan menurut Kepala Desa Lambanan hanya Rp14 ribu rupiah per meter, tapi dibebaskan miliaran rupiah jadi ada markup," katanya.
Ia juga mengungkap bahwa pemilik lahan sebenarnya tidak menerima pembayaran sesuai dengan harga yang seharusnya. "Ada rekaman suaranya, yang punya lahan hanya dapat Rp1,7 miliar dari total Rp2,7 miliar ( nilai yang tertera anggaran pembebasan lahan menurut pagu APBD tahun 2019, red)," ungkapnya.
Sekretaris Daerah Mamasa, Ardiansyah mengatakan terkait penetapan nilai pembebasan lahan itu dilakukan oleh lembaga independen yang namanya Tim Appraisal Independen.
"Sejak tahun 2019 awal semua pembebasan tanah berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib menggunakan jasa Appraisal yang merupan tim penilai harga tanah independen yang diberikan sertifikasi oleh negara melalui kementerian terkait untuk melakukan keahlian penaksiran harga tanah," katanya, Senin (11/11).
Dijelaskan Pemerintah Daerah (Pemda) tidak boleh melakukan penaksiran sendiri, harus menggunakan jasa lembaga independen tersebut, yang dibekali oleh keilmuan tersendiri. "Tim ini menggunakan banyak metode untuk mengukur harga tanah. Jadi harga tanah yang ditentukan bukan soal nego, tapi sesuai hasil kajian berdasarkan keilmuan yang dimiliki," jelasnya.
Menurutnya, hasil perhitungan Tim Appraisal itulah yang menjadi dasar bagi Pemda untuk melakukan pembayaran. "Nah di APBD itu pagunya gelondongan karena kita belum tahu berapa harga tanah, yang tercantun didalam APBD tidak detail dan hanya tertulis terkait pembesan lahan untuk fasilitas olahraga," ungkapnya.
Pemda lanjutnya, terbuka bagi masyarakat yang ingin tahu hasil hitungan pembebasan lahan tersebut. "Untuk lebih detail silahkan ditanyakan langsung ke Tim Appraisal Indepanden yang ada di Makasaar," tambahnya.
Wakil Ketua II DPRD Mamasa, Juan Gayang Pongtiku yang merupakan warga Desa Lambanan dimintai tanggapanya via wahtshapp menjawab singkat. "Saya tidak tahu jelas soal itu, silahkan langsung dikonfirmaai ke dinas terkait," katanya.
Ia hanya berharap agar lahan yang sudah dibebaakan dapat dikerjakan tahun 2020. "Mudah-mudahan tahu depan dibangun supaya anggaran tidak mubassir," harapnya.
Klarifikasi juga disampaikan oleh Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Mamasa, Daud Tandi Arruan yang mengatakan untuk pembebasan lahan itu sudah diprogramkan 5 tahun kedepan. "Ini untuk dipahami bahwa terkait pembebasan lahan, semua OPD diminta oleh Pemda memasukkan program rencana lahan yang akan dibebaskan," ucapnya.
Ia menuturkan terkait pembebasan lahan untuk rencana stadion penaksirannya dilakukan oleh Tim Appraisal Independen. "Yang dibebasakan itu sekitar 2 hektar dengan harga berdasarkan taksir Tim Appraisal sebesar 109 ribu rupiah per meter," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa nilai yang ditaksir oleh tim independen justru lebih rendah dari taksir Zona Nilai Tanah (ZNT) yang ditetapkan pertanahan yang mencapai jutaan per meter. "Malah kalau berdasarkan ZNT itu ada yang sampai Rp1,5 juta per meter," jelasnya.
Untuk mengetahui lebih pasti soal pembebasan lahan , awak media mendatangi langsung pihak yang menjual tanah untuk penempatan lapangan sepak bola yang berada di Desa Lambanan yang jaraknya sekitar empat kilometer dari pusat Kota Mamasa.
Pemilik lahan Amir mengaku menjual lahan ke Pemda yang luasnya sekitar dua hektar sebesar Rp2,2 miliar. "Seandainya saat itu saya tidak butuh, tidak akan saya jual lokasiku seharga itu, karena kalau harga sebenarnya bisa lebih dari itu," katanya saat dikonfirmasi.
Ia menyampaikan bahwa sebelum dibayar Pemda, terlebih dulu memang Tim Appraisal Independem melakukan panaksiran terhadap tanah yang akan dijual. "Biar kita bilang Rp25 ribu per meter kalau itu tim bilang tidak masuk akal, maka itu tidak jadi," ucapnya.
Terrkait harga yang dibayarkan oleh Pemda, dirinya mengaku sudah puas. Soal ada pihak yang permasalahkan, itu hal lain. "Tapi bagi saya sudah puas karena yang dibayarkan sesuai dengan apa yang saya tandatangani," ungkapnya.
Amir menambahkan dirinya yakin pihak Pemda tidak akan mungkin main-main dengan apa yang sudah disepakati terkait harga pembebasan lahan. "Tidak mungkin Pemda macam-macam. Kalau mereka palsukan tanda tangan saya, saya bisa cek kontrak yang pernah disepakati," tambahnya. (kedi)