Kisah Perjuangan Bripka Ahmad Saihu, Polisi di Polsek Karossa Bangun Sekolah Gratis
Mateng, FMS - Pagi itu, hari tampak cerah. Sinar matahari pun memancar sangat sempurna. Puluhan anak-anak terlihat melangkah menuju sekolahnya.
Sekumpulan siswa tampak berpisah dengan temannya. Ternyata, sekumpulan anak itu masuk ke dalam sekolah yang terlihat sederhana, yang terletak di Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah.
Sekolah itu berdiri berkat perjuangan dan kegigihan Ahmad Saihu, anggota polisi yang bertugas di Polsek Karossa.
Keinginan Ahmad Saihu pun tak mudah diwujudkan karena butuh kerja keras untuk bisa mencapai tahap seperti ini. Suasana sekolah ini tampak sederhana
Namun, kisah Ahmad Saihu sangat luar biasa. Banyak manis pahitnya perjuangan yang dialami dalam membangun sekolah yang dibangunnya setahun yang lalu.
Dia membangunnya secara mandiri, karena sempat kesulitan mendapatkan donator atau penyangga dana.
Polisi yang berpangkat Bripka ini mengaku alasan terkuat membangun sekolah karena panggilan hati. Ia mengaku sangat miris melihat anak putus sekolah di sekitar lingkungan tempatnya bertugas sebagai Bhabinkamtibmas yang tidak terawat dan tidak terpikirkan masa depannya.
Kala itu, ia pun merasa sangat iba dan ingin membuat sesuatu yang bisa bermanfaat untuk anak-anak itu.
"Saya ingin mengakomodasi pendidikan anak-anak yang putus sekolah, agar haknya memperoleh pendidikan itu terpenuhi," katanya.
Ia menceritakan, perjalanan mengurus pendidikan anak-anak dibawah keterbatasan, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dia mengakui dibutuhkan perjuangan ekstra, karena bukan hanya tenaga semata tetapi juga harta. Meski demikian, ia pun tak patah semangat.
"Justru cobaan itu saya jadikan sebagai pelecut untuk lebih bersemangat dalam menyelesaikan permasalahan dan rintangan," ucapnya.
Dia melihat anak-anak yang putus sekolah. Ia pun bertekad memberikan wadah bagi mereka untuk belajar.
'Bekal saya dulu hanya nekat saja. Saya saja tidak punya apa-apa, selain ilmu yang didapat dari sekolah dulu," ungkapnya.
Ia pun memutuskan untuk mendirikan sekolah. Awalnya, anak-anak yang mendaftar baru empat orang. Lambat laun anak didiknya semakin bertambah banyak, ia pun memutuskan untuk membangun ruangan yang lebih besar agar bisa menampung puluhan anak-anak.
Ia pun mengorbankan tempatnya untuk tempat belajar ini, karena memang tidak mampu memiliki ataupun menyewa gedung.
"Saya sempat dibuat bingung, saat murid bertambah banyak tapi ruang kelas tetap. Kalau saya paksakan di rumah tidak cukup, tapi ia pun takut menolak siswa yang mau belajar kasihan mental dan kondisi psikisnya," sebutnya.
Saat itulah, ia pun mulai memberanikan membangun sekolah dengan menggunakan dana pribadinya.
"Aktivitas belajar-mengajar saya lakukan pagi hari. Karena siang harinya saya bekerja," jelasnya.
Hasil dari gajinya, dia gunakan untuk biaya operasional sekolah, dan sebagian untuk biaya makan dan kebutuhan lainnya.
"Saya tidak memasang tarif, bagi anak-anak yang belajar di sekolah ini. Sekolah ini gratis," ujarnya.
Ahmad mengaku, mengurus anak-anak putus sekolah bukanlah perkara mudah. Karena, harus memiliki rasa penuh kesabaran ekstra. Mengingat, anak-anak perlu mendapatkan perhatian khusus.
Meski begitu, ia tak merasa menyesal dengan dunia yang dilakoninya. Justru ia merasa bahagia, bisa memberikan perhatian ataupun berbuat sesuatu untuk mereka yang membutuhkan.
Di sekolah yang dibangunnya, Ahmad juga sebagai kepala sekolah sekaligus guru bagi anak-anak didiknya yang kini berjumlah hampir mencapai puluhan anak.
Di sela kesibukannya menjalankan tugas sebagai Bhabinkantibmas, Bripka Ahmad Saihu mengajar anak-anak.
"Saya ini kan Bhabinkantibmas yang setiap hari harus berinteraksi langsung kepada masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan mereka, dan dari sinilah saya menemukan fakta bahwa banyak anak yang putus sekolah. Sebab, mereka lebih memilih berkebun bersama orangtua mereka," katanya.
Dia bercerita, awalnya, mengajak anak-anak untuk belajar bukanlah hal yang mudah, tetapi hal ini bukanlah halangan. Ahmad mengawalinya dengan memberikan pemahaman kepada orangtua mereka pentingnya pendidikan.
(Ani)