Sulawesi Barat Tak Bisa Jadi Ibu Kota, Ini Alasannya
Pantai Manakarra, Mamuju, Sulawesi Barat |
Jakarta, FMS - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memberi sinyal bahwa kemungkinan besar Provinsi Sulawesi Barat tidak bisa menjadi kandidat calon ibu kota baru. Pasalnya, di provinsi tersebut terletak di Cincin Api Pasifik alias Ring of Fire.
Selain itu, daerah tersebut juga tidak memiliki kecukupan lahan untuk menjadi ibu kota. Ring of Fire adalah ungkapan bagi daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik.
Menurut Basuki, provinsi tersebut sejatinya unggul dari sisi letak geografis karena berada tepat di tengah Indonesia. Keunggulan tersebut membuat Sulawesi Barat bisa diakses dari Indonesia bagian barat dan timur.
Perihal letak itu merupakan salah satu kriteria penentuan calon ibu kota baru.
"Sulbar di Mamuju, tengah, itu betul, namun masih ring of fire dan mungkin tidak ada kebutuhan 300 ribu hektare," ungkap Basuki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2019).
Basuki mengatakan provinsi yang paling tepat dijadikan kandidat ibu kota baru berada di Pulau Kalimantan. Pasalnya, beberapa provinsi di pulau tersebut seperti, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan juga berada di tengah Indonesia.
Selain berada di tengah, tingkat bencana di Pulau Kalimantan juga tidak sebesar Pulau Sulawesi. Hal tersebut berbeda jika dibandingkan Sulawesi.
Bencana tersebut bisa dilihat dari kasus gempa bumi dan tsunami yang pernah melanda Kota Palu di Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.
"Kalimantan yang paling safe (aman) menurut BMKG. Kalimantan ini bersih, tidak ada jejak gempa bumi," ujarnya.
Kendati begitu, Basuki menekankan provinsi manapun yang nantinya menjadi kandidat calon ibu kota baru akan tetap bisa diupayakan untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Syaratnya, pemerintah bisa menyesuaikan penggunaan teknologi pada proses pembangunan infrastruktur.
"Kalimantan di daerah gambut, ternyata bisa dibikin jalan. Jadi teknologi bisa ikuti alam, itu matter of cost. Kondisi alam di mana saja masih bisa," terangnya.
Lebih lanjut, ia memperkirakan pembangunan infrastruktur dasar di ibu kota baru ditargetkan tetap sekitar 4-5 tahun. Infrastruktur itu terdiri dari jalan nasional, jalan pendukung, sumber air, sanitasi, jaringan telekomunikasi, rel kereta api, bandara, moda transportasi pendukung, hingga perkotaan secara keseluruhan.
"Semua perencanaannya sudah ada, tinggal diputuskan 'jebret', tinggal eksekusi," pungkasnya.
(*)
(Sumber: cnnindonesia.com)