Meski Digerus Zaman, Delman Tetap Eksis di Majene


Suara benturan besi di kaki kuda yang biasa terdengar ketika sebuah delman akan melintas saat ini semakin jarang terdengar di ruas jalan Kota.

Majene, FMS - Saat ini, moda transportasi tradisional ini sudah hampir terlupakan. Bahkan, perannya telah tergantikan oleh sang raja jalanan kota, yakni angkot.

Namun, delman masih dapat dijumpai di salah satu kabupaten di Sulbar, yakni di Kabupaten Majene. Biasanya, para delman akan berjejer menunggu penumpang di jalan atau di kawasan sekitar pertokoan bahkan pasar.

Hanya dengan biaya yang tak mengorek kantong, para penumpamg pecinta delman, (dokar) bisa berkeliling kawasan, sesuai dengan keinginannya.

Persaingan transportasi umum yang digawangi oleh internet, atau kerap dikenal dengan istilah online, rupanya, juga mempengaruhi stabilitas transportasi tradisional, seperti yang dialami oleh para kusir delman yang berlokasi di Saleppa, Majene.

Transportasi tradisional yang menggunakan kuda sebagai penggeraknya ini, semakin terpinggirkan oleh transportasi dengan mesin berkekuatan tinggi yang dibawa dari negeri seberang, serta didukung oleh internet sebagai alat pemasarannya.

Meski demikian, saat ditemui pada Kamis (31/1/2019), para kusir delman tersebut tetap terlihat mangkal di Pasar Sentral Banggae.

Harma (57), salah satu kusir yang merupakan kelahiran Majene ini, sudah sejak 15 tahun lalu berprofesi sebagai kusir.

Harma sedikit bercerita mengenai bagaimana roda pergerakan transportasi delman di tahun 2019 sekarang.

Menurut Harma, total pendapatan belakangan ini menurun cukup jauh jika dibanding dengan 5 atau 10 tahun sebelumnya, pria paruh baya ini juga menuturkan selain ojek online atau transportasi umum lain, kendaraan pribadi yang kini mudah didapat juga menjadi salah satu faktor menurunnya jumlah penumpang delman.

"Kalau menurun sih pasti, ada ojek online dan transportasi umum lain, juga kendaraan pribadi yang semakin banyak," ujar Harma.

Bendi adalah salah satu kendaraan tradisional yang akrab di tengah-tengah warga Mandar. Demikian penyebutan kendaraan ini dalam bahasa Mandar.

Yang biasanya total pendapatan perhari bisa stabil di angka Rp 150.000-200.000, di tahun 2016 lalu, menurut Harma, pendapatan harian terbanyak hanya sekitar Rp 100.000.

"Kalau lagi kosong, ya paling banyak Rp 50.000, tapi Rp 15.000-20.000 juga pernah," terang pria yang memiliki kuda bernama San.

Selain Harma, ada pria yang sudah paruh baya dan masih setia dengan profesinya sebagai kusir. ialah Hedi (60), pria yang akrab disapa Haji Saenal mengaku sudah melakoni profesi ini sejak tahun 1990 silam di kampung halamannya, Rangas.

Menurutnya, meski delman bisa dibilang sudah tergerus oleh jaman namun transportasi ini patut dilestarikan. Pria yang berdomisili di Rangas, Majene ini mengakui alasannya tetap bertahan adalah demi untuk menjaga usia sejarah delman dan untuk menghidupi sang istri.

"Kalau saya meski sekarang sudah susah cari penumpang delman, tapi gak masalah tetap jadi kusir, rejeki sudah diatur, yang penting tetap usaha. selain itu kalau bukan orang kecil kaya kita ini, siapa lagi yang sadar mau melestarikan delman," tutur pria yang sudah beruban ini.

H Saenal mengaku sebenarnya sudah seringkali dilarang oleh ke-6 anaknya untuk tetap menjadi kusir, namun pria kelahiran tahun 1950an ini menolak karena menurutnya selama masih bisa bekerja, dia tidak perlu mempersulit anak-anaknya yang ada di luar kota Sulbar.

Tidak jauh berbeda denga Saenal, Harma juga tetap memilih berprofesi sebagai kusir meski untuk ukuran seusianya.

Hal ini dibenarkan oleh bapak anak tiga tersebut, baginya profesi apapun selama baik dan cukup akan dilakoninya.

"Ya memang bisa pak usaha lain, Tapi tidak apa-apa ini saja, kan halal dan juga masih cukup buat keluarga kecil saya," kata Harma.

Sedangkan untuk tarif delman sendiri, menurut beberapa kusir di jalan tersebut penumpang biasa dikenakan tarif standar antara Rp 5000-10.000, tergantung jarak.

Sedangkan untuk jarak yang lebih jauh biasanya dibanderol mulai dari Rp 20.000.

"Ya dengan harga segitu, kita mangkal dari jam 08.00-12.00 kadang sampai sore jam 16.00, paling penumpangnya hanya berapa kan, ya dapatnya juga tidak banyak, Alhamdulillah, cukup saja," tutur H. Saenal.

Selain mangkal di Pasar Banggae, menurut Saenal, setiap akhir pekan para kusir akan berpencar ke tempat-tempat wisata atau taman kota dan kompleks-kompleks di sekitar Majene.

Selain kereta kuda, kuda yang menjadi penggerak utama juga memiliki treatment khusus agar selalu bugar, menurut Harma, kuda-kuda biasanya akan dipijat setiap malam dan dibersihkan serta dimandikan, setiap minggu.

"Treatment khusus pak, kalau tidak begitu dia mudah capek nanti kudanya, vitamin juga ada setiap bulan kita kasih bentuknya ya jamu racikan," kata pria yang sudah lama melakoni profesi kusir ini.

(Akbar)

Related

MAJENE 6186522566882127271

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item