Kejati Sulselbar Tahan Tersangka Lampu Jalan di Polman
https://www.fokusmetrosulbar.com/2018/12/kejati-sulselbar-tahan-tersangka-lampu.html
Direktur CV Binanga, Haeruddin
"Tersangka resmi jadi tahanan kejaksaan. Sesuai dengan hasil penyidikan awal, berdasarkan unsur subjektif dan objektifnya, langsung kami tahan," kata Kepala Seksi Penyidik (Kasidik) Andi Faik, Senin malam (10/12/2018).
Usai diperiksa, tersangka digiring masuk ke dalam mobil tahanan Kejati untuk di jebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1A Makassar. Penahanan dilakukan selama 20 hari kedepan, sembari penyidik merampungkan berkas perkara tersangka dan melimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk disidangkan.
"Kami persiapkan perampungannya, sesuai dengan waktu penahanan. Setelah itu akan dilimpahkan ke pengadilan, dan tinggal menunggu jadwal persidangan," ungkapnya.
Selain Haeruddin, tersangka lain pada kasus itu adalah Kepala Bidang Pemerintahan dan Desa di lingkup Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Polman, A Baharuddin Patajangi. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) nomor perintah : 231/R.4/Fd.1/05/2018 tanggal 31 Mei 2018 lalu.
Dalam perkara tersebut, para tersangka mengarahkan kepala desa (Kades) di 144 desa di Polman untuk membeli lampu jalan kepada CV Binanga. Padahal keduanya tidak mempunyai kualifikasi teknis dalam ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 35 tahun 2015 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan.
Anggaran pembelian lampu jalan tersebut diketahui bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama tepat di 2016 sebesar Rp 80 miliar dan tahap kedua di 2017 sebesar Rp 80 miliar.
Keduanya bahkan menginstuksikan melakukan untuk proses transaksi pembayaran lampu jalan itu di kantor BPMPD Polman melalui tersangka A Baharuddin Patajangi. Pada tahun 2016, pengadaan lampu jalan terealisasi sebanyak 720 unit dan tahun 2017 terealisasi sebanyak 715 unit.
Dalam perjalannya, keduanya diketahui melakukan mark up 15 persen dari harga normal yang seharusnya per unit diperoleh Rp 18 juta menjadi Rp 23,5 juta per unit.
Hasil audit sementara, penyidik menemukan potensi kerugian negara sebesat Rp 8,937 miliar. Metode perhitungan yang akan dipergunakan serta nilai pasti jumlah kerugian negara selanjutnya akan diserahkan penyidik ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulbar untuk ditentukan. Akibat perbuatan melanggar hukumnya, kedua dijerat Undang-undang Tipikor, nomor 20 tahun 2001, pasal 2 dan 3 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
(rudi)