Bupati: Saya Tidak Bisa Penuhi Semua Tuntutan Perawat


Mamuju, FMS - Polemik tuntutan tenaga perawat berstatus tenaga kontrak daerah yang telah menyampaikan aspirasi lewat aksi demonstrasi beberapa hari yang lalu dikantor Bupati Mamuju dan ditindak lanjuti rapat dengar pendapat bersama DPRD terus mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah.

Bupati Mamuju H. Habsi Wahid saat memimpin upacara bendera di Kantor Bupati menegaskan, dari berbagai pertimbangan, pemerintah daerah tidak dapat mengakomodir semua tuntutan perawat.

"Kalau soal moratorium tenaga kontrak, kita sudah lakukan dan tidak akan ada lagi penerimaan tenaga kontrak. Tapi kalau soal kenaikan gaji itu tidak mungkin bisa kita lakukan," terang Habsi, Senin (10/12/2018).

Menurutnya, keputusan itu didasarkan pada pertimbangan jumlah perawat honorer yang ada dan sudah melebihi batas minimal tenaga yang dibutuhkan, asumsinya sesuai dengan Permenkes Nomor 75 tahun 2014.

"Kita hanya membutuhkan 140 orang perawat, sementara saat ini jumlah perawat honorer yang tercatat hampir 600 orang. Belum lagi kondisi ini harus dilihat secara menyeluruh karena tenaga honorer yang selama ini kita angkat berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dengan niat untuk membukakan lapangan kerja bagi masyarakat, tidak hanya dari tenaga kesehatan tapi juga ada tenaga guru, ada tenaga kebersihan dan sejumlah tenaga teknis lainnya yang tidak kalah penting," ujarnya.

Habsi melanjutkan, jadi total jumlah honorer lebih dari 7.924 orang.

"Jika hari ini tuntutan perawat berupa kenaikan gaji setara Upah minimum Kabupaten (UMK) senilai Rp 2,3 juta perbulan kita lakukan, maka harus dipikirkan tenaga honorer lain, tentunya nanti mereka akan menuntut hal yang sama," papar Habsi.

Masih Habsi, jika dikalkulasikan antara jumlah tenaga kontrak dengan gaji setara UMK maka dibutuhkan sekitar Rp 218 miliar lebih untuk menggaji seluruh tenaga kontrak.

"Jujur, APBD kita tidak akan sanggup karena di waktu bersamaan akan membiayai sejumlah sektor yang wajib mendapatkan porsi anggaran, diantaranya sektor pendidikan dengan porsi 20 persen dari total APBD, alokasi dana desa sebesar 10 persen, sektor kesehatan 10 persen, alokasi untuk pembangunan infrastruktur sebesar 25 persen, sehingga yang tersisa hanya sekitar 35 persen anggaran yang dapat dialokasikan ke semua OPD termasuk membiayai gaji pegawai dan juga aspirasi Dewan," sebut Habsi.

Terlepas dari itu, Habsi menilai gerakan yang dilakukan para perawat honorer masih dalam batas kewajaran, namun demikian ia meminta agar mereka segera menyudahi aksi mogok kerja karena akan sangat berdampak pada masyarakat.

"Kalau mereka mogok kasihan masyarakat. Jadi saya menghimbau agar adik-adik perawat untuk dapat kembali bekerja sebagaimana mestinya dan harusnya semua dapat bersabar karena masih ada alternatif solusi dengan lahirnya PP 49 tentang tenaga PPPK," ucapnya.

Lebih jauh Habsi mengatakan, dirinya telah meminta kepada Sekretaris Daerah untuk mengeluarkan edaran yang salah satu pointnya, memberikan kesempatan kepada para perawat untuk kembali bekerja paling lambat sampai tanggal 15 desember 2018.

"Jika dalam kurun waktu tersebut, mereka tidak dapat kembali aktif dibuktikan dengan evaluasi absensi tiap instansi terkait, maka mereka dinyatakan mengundurkan diri dan tidak siap untuk menjadi tenaga honorer daerah," tegas Habsi.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Mamuju H. Suaib mengaku telah mengeluarkan edaran tersebut kepada instansi terkait yakni Dinas Kesehatan dan Rumah sakit Umum Daerah (RSUDP dan akan langsung melakukan evaluasi terhadap proses pelayanan kesehatan ditiap Puskesmas dan RS sampai batas waktu yang telah ditentukan.

(jaya)

Related

MAMUJU 3096888410110605780

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item