Anggaran Panwaslih 'Sadis', Pilkada Mamasa Terancam Ditunda
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/09/anggaran-panwaslih-sadis-ancam-pilkada.html
Komisioner Panwaslu Sulbar, Busran Ryandi (kiri) saat ditemui wartawan. (Foto: Kedi Liston Parangka) |
"Ini bukan lagi dirasionalisasi tapi dipangkas anggarannya, dengan anggaran sebesar itu kami tidak akan ambil resiko karena sudah pasti peran pengawasan tidak akan berjalan maksimal," kata Busran.
Bahakan, Busran mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan kepada Panwaslih Mamasa agar tidak menandatangani nota perjanjian hibah jika tetap di angka Rp. 2 Milar tersebut.
Kepada wartawan Busran menceritakan kembali proses pengajuan anggaran oleh Bawaslu kepada pemerintah daerah (Pemda) Mamasa yang telah disodorkan sejak setahun lalu."Anggarannya dari tahun lalu kami sudah ajukan dan telah melakukan konsultasi sekitar 7 kali ke pihak Pemda. Maka pada Agustus lalu pihak Pemda baru bersedia melakukan rasionalisasi dan disepakati angka Rp. 5.6 miliar lebih," ungkapnya.
Ia lanjut menceritakan, namun dalam perjalanan, tiba-tiba TAPD secara sepihak dan tanpa melibatkan Panwaslih Mamasa dan Bawaslu Sulbar merasionalisasi lagi anggaran yang telah disepakati sehingga turun menjadi Rp. 4.190.000.000. Parahnya, item yang dirasionalisasi ulang oleh TAPD tidak diketahui oleh Panwas Mamasa dan Bawaslu Subar.
"Macam honor itu tidak bisa diganggu karena kami mengacu pada surat edaran menteri keuangan nomor S-938/MK.02/2016, tapi dengan anggaran Rp. 2 miliar maka honor saja tidak cukup sementara anggaran yang butuhkan Rp. 4.156.000.000, belum lagi kegiatan lainnya," lanjutnya.
Ia menambahkan dirinya mengaku terjadi diskriminasi dalam hal pengalokasian anggaran penyelenggaraan Pilkada jika dibandingkan anggaran KPUD Mamasa sebesar Rp. 26,6 miliar yang dibuatkan NPHD tanpa melalui konsultasi ke DPRD.
Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu Sulbar, Muhammad Saleh menjelaskan dalam undang-undang pemilu, yang diakomodir sebagai penyelenggara adalah KPU sebagai pelaksana tekhnis dan Bawaslu yang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilihan. "Sehingga untuk anggaran penyelenggaraan suatu pemilihan, pemerintah harus memprioritaskan kedua penyelenggara tersebut sesuai kebutuhannya dalam skema anggaran penyelenggaraan pemilihan," jelasnya.
Sehingga, Ia berpendapat dengan "sadisnya" anggaran yang dialokasikan Pemda ke Panwaslih Mamasa maka dirinya memastikan pihak Panwaslih tidak akan melakukan pengawasan di Pilkada Mamasa tahun 2018 mendatang. "Dengan anggaran seperti itu, tidak ada yang dapat kami lakukan. Honor saja tidak cukup apalagi mau membiayai bimtek, penyelesaian sengketa Pilkada, ATK dan lain sebagainya," ungkapnya.
Ia mengungkapkan pihak Panwaslih tidak akan mau melaksanakan tugas pengawasan dengan anggaran seminim itu karena akan berakibat hukum jika fungsi pengawasan tidak maksimal maka akan ada pihak lain yang melaporkan hal tersebut ke dewan kehormatan penyelenggara pemilihan (DKPP).
"Silahkan penyelenggara pemilihan lain untuk jalan, tapi kami tidak bertanggung jawab atas konsekuensi hukum dikemudian hari," ungkapnya.
Saleh menegaskan, Bawaslu masih memberi kesempatan kepada Pemda Mamasa untuk meninjau kembali anggaran yang diberikan kepada Panwaslih Mamasa sampai tanggal 18 September 2017. "Jika tidak ada perubahan maka kami akan mengeluarkan rekomendasi dan akan dikirim ke KPU RI, Bawaslu RI dan menteri dalam negeri agar menunda Pilkada Mamasa sampai 2021 mendatang," tegasnya.
Ia menambahkan rekomendasi yang dikeluarkan bukanlah bentuk ancaman tetapi ketegasan Bawaslu melaksanakan perintah undang-undang.
"Saya yakin rekomendasi yang nantinya Bawaslu Sulbar keluarkan akan dipertimbangakan dipusat," tambahnya. (ked/har)