Kopi, Sastra, dan Media Elektronik Sekat telah Dibuka
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/04/kopi-sastra-dan-media-elektronik-sekat.html
*Indra Anwar |
Bagi pecinta berselancar maka warung kopi merupakan tempat yang paling baik untuk melakukan penjelajahan sambil menyeruput dan menikmati pekatnya secangkir kopi. Namun, sebelum mendarat di bibir si peminum kopi, ada sebuah proses yang sangat luar biasa yakni seorang bartender dengan rela mengeluarkan uang untuk membuat sebuah racikan kopi yang dapat membuat pas di lidah pelanggan.
Setiap warung kopi pasti akan ramai dikunjungi, jika kopi yang yang disuguhkan membuat pelanggannya dapat datang kembali menikmati kopi yang dibuat warung tersebut. Tapi, apabila warung kopi itu tidak memberikan selera kepada penikmat kopi maka pelanggannya akan berpindah tempat mencari kopi yang sesuai selera pelanggan tersebut.
Ada berbagai macam gaya dalam menyeruput kopi, ada yang mencium aromanya terlebih dahulu, ada yang meminum dengan menuangkan kopi di piring gelas kopi, ada pula yang membalikkan gelas kopi lalu melengketkan bibirnya di piring gelas kopi sambil meminumnya, tentu ada pula yang normal. Yah tentu gaya tersebut sesuai dengan selera yang menikmati kopi itu.
Kopi memang seni tersendiri untuk dinikmati, apalagi bagi mereka yang giat dalam dunia sastra. Kopi dapat menjadi teman bagi penulis maupun pembaca. Kopi dapat menjadi inspirasi bagi penulis, seperti pada paragraf sebelumnya bahwa sebelum kopi mendarat dikerongkonan maka ada proses yang sangat luar biasa yakni proses racikan seorang bartender. Bartender rela mengeluarkan uang untuk menciptakan racikan yang sangat luar biasa sehingga penikmat kopi dapat menyatakan kopi ini sangat nikmat.
Seperti dalam salah satu karya sastra cerita pendek dengan judul Filosofi Kopi Karya Dee. Seorang bartender yang ditantang untuk menghasilkan kopi yang sangat nikmat. Ia rela dengan mengeluarkan uang untuk menghasilkan kopi yang sangat nikmat sesuai dengan keinginan si orang kaya tersebut. Dan dirinya berhasil meracik kopi yang nikmat sesuai dengan pesanan sang penantang. Si lelaki itu memberikan hadiah berupa cek sesuai dengan perjanjian mereka.
Kopi dan sastra tak dapat dipisahkan, bagaikan uang logam dengan dua buah sisi yang tak dapat dipisahkan. Pahit, manisnya dan racikannya sama. Bartender meracik atau memadukan rasa pahit kopi dan manis tebu menjadi satu sehingga dapat disajikan kepada pelanggan. Begitu pula dengan sastra. Si penulis akan meraciknya atau menulisnya dengan sedih, marah, dan keriangan sehingga si pembaca dapat menikmati bacaan yang menarik sesuai dengan selera pembaca.
Sastra merupakan tulisan yang indah. Tulisan yang diracik oleh para penulis untuk menunagkan ide-ide segar agar para pembaca dapat membaca racikan karya seorang penulis. Karya sastra yang diciptakan semampu mungkin disajikan dengan nikmat oleh penulisnya agar orang dapat merasakan bacaan yang menarik, indah bak sebuah kue yang lezat atau cemilan yang gurih ketika seorang pembaca membaca karya sastra kita dengan secangkir kopi dan kue atau kacang-kacangan.
Sastra dan Media Elektronik
Sastra dan Media Elektonik merupakan hal yang tak dapat dipisahkan. Sama halnya kopi dan satra. Jadi, kopi, sastra, dan media elektronik menjadi satu kesatuan yang utuh. Sastra dibaca oleh masyarakat pada waktu senggang dengan secangkir kopi, sementara media elektronik menjadi wadah sastra tersebut.
Pada dekade ini, pertumbuhan sastra semakin pesat, tapal batas tak ada lagi untuk mengungkung kreativitas seseorang dalam memberikan kontribusi pemikiran pada dunia sastra. Dengan adanya media elektonik, maka bermunculan penulis-penulis muda dari berbagai daerah. Kemunculan media elektronik atau biasa disebut dunia cyber memberikan ruang bagi penulis-penulis pemula untuk melakukan inovasi dan menyalurkan kreativitas dalam berkarya. Facebook salah satu media sosial dalam jaringan yang sangat menjanjikan untuk mempublikasikan karya penulis pemula. Kemuculan hasil karya tersebut dapat dikatakan memberikan pola baru dalam dunia sastra, kita tidak lagi mendengar sastra cetak, tetapi karena pengaruh media elektronik maka karya sastra yang mucul pada media elektronik disebut cybersastra.
Sastra cyber atau cybersastra muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. Sastra cyber atau cybersastra sebagai wahana penyalur segala bentuk inspirasi bagi penulis menjadi tonggak baru kehadiran dunia sastra yang sifatnya ‘bebas’ tak mengenal ruang waktu, bahasa dan mendobrak sekat‐sekat negara,karena dengan beberapa detik tulisan yang dimuat akan terekspose ke seluruh belahan negara. (Laily Firiani)
Pada dunia cyber saat ini,bermunculan pendapat pro dan kontra terhadap suatu karya sastra. Ada yang beranggapan bahwa penulis pemula lahir tanpa melakukan sebuah proses yang panjang dan karyanya tidak memiliki mutu atau kualitas yang baik. Hal ini disebabkan karena tidak melalui proses seleksi oleh redaktur. Sementara yang pro mengatakan bahwa ini dapat dikatakan sebagai sebuah pembaharuan dalam dunia sastra.
Melihat perbedaan pendapat tersebut sesungguhnya ada kelemahan dan kelebihan masing-masing. Saya menilai memang benar bahwa sebuah karya sastra yang terpublikasi memang mesti terseleksi oleh redaktur sehingga karya yang tercetak dan dibaca oleh masyarakat adalah karya sastra yang berkualitas.
Akan tetapi, itu juga dapat menjadikan kurangnya ruang bagi penulis pemula untuk mempublis karya mereka. Dengan adanya media elektoronik ini atau dunia cyber maka hal tersebut dapat ditepis. Contohnya sebelum ada internet saya hanya dapat mengirim ke Fajar saja melalui jasa pos, akan tetapi dengan adanya internet maka saya bisa mengirim karya saya dibeberapa media melalui surat elektronik (surel).
Selain itu, mau tidak mau kita harus diperhadapkan dengan dunia cyber. Maka sastra pun harus siap dirasuki virus cyber. Dan saya yakin, kita sudah berada di dalam cyber tersebut. Pada dekade saat ini muculah penulis-penulis pemula hasil dari penerbit-penerbit indie yang menyosialisasikan penulis pemula tersebut.
Penerbit indie tersebut memberikan ruang bagi penulis pemula untuk memasukkan atau mengirim karya mereka dengan melakukan perlombaan. Penerbit-penerbit indie yang memberikan tawaran yang menarik bagi para penulis pemula dengan marketing yang baik sehingga mereka berhasil menggaet para penulis-penulis muda dari berbagai daerah. Salah satu medianya yakni facebook menjadi salah satu wadah bagi para penerbit indie untuk menggaet penulis pemula untuk mengirim karyanya.
Saya yakin bahwa penerbit indie tersebut tidak langsung menerbitkan karya penulis pemula tersebut, tetapi mereka terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap karya-karya yang telah dikirim oleh penulis pemula. Apatah lagi ini dalam bentuk perlombaan yang mesti penilaiannya menjadi ketat. Sehingga menghasilkan para juara-juara di bidang sastra baik puisi maupun cerpen.
Penilaian tersebut merupakan penilaian untuk mencari karya sastra yang berkualitas sehingga dapat karya sastra baik puisi maupun cerpen yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit indie tersebut akan sampai di rumah dan dapat dinikmati sebagai sebuah sajian yang berkualitas
Selain itu, media elektonik dapat memberikan informasi bagi penulis pemula maupun penulis senior apabila karya mereka dimuat dalam media elektonik maupun media cetak melalui grup facebook sastra minggu.
Kedua informari tersebut yakni buku yang terbit dari penerbit indie dan ka.rya yang termuat dalam media cetak melalui e-paper menjadi sajian yang dapat dinikmati melalui kabel-kabel yang tersambung dalam wifi dan dapat menyambungkan ke PC atau Gadget sambil menyeruput kopi pekat maupun kopi plus susu
* Indra Anwar, Jurnalis Muda, Penulis puisi dan cerpen.