HTI Sulbar Tuding Pemda Majene Melanggar Dua Undang-undang
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/04/hti-sulbar-tuding-pemda-majene.html
Majene, fokusmetrosulbar.com- Kegiatan Pawai Bendera Khilafah dan Tablig Akbar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sedianya digelar hari ini Sabtu (8/4) dan berlanjut esok Minggu (9/4) urung dilaksanakan. Pasalnya, Pemerintah Kabupaten Majene menyatakan menolak kegiatan tersebut. Penolakan Pemda Majene dituangkan dalam surat rekomendasi nomor 300/100/BKBP/2017 tertanggal 7 April 2017.
Wakil Bupati Majene, H. Lukman, mengatakan, Pemda Majene tidak dapat memberikan izin kepada HTI karena organisasi masyarakat (Ormas) tersebut tidak mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Majene.
"Atas masukan dari unsur Muspida, maka kami mohon maaf tidak dapat memberikan izin pelaksanaan kegiatan ini," kata Lukman di hadapan sejumlah kader HTI di Kantor Bupati Majene, Sabtu (8/4).
Di tempat sama, Kapolres Majene AKBP Grendie Teguh Pidegso juga turut menolak kegiatan Ormas Islam tersebut. Grendie mengaku, kegiatan HTI di Majene berpotensi menjadi momentum lahirnya konflik di daerah ini, bahkan kata dia, bisa menjadi momentum lahirnya konflik nasional.
"Sudah ada dua Ormas lain yang menolak kegiatan ini. Ada GP Anshor dan Aliansi Pemuda Nusantara," kata Grendie saat pertemuan unsur Muspida Majene dan Hizbut Tahrir.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD HTI Sulbar, Andi Rahmat mengatakan Pemda Majene tidak adil dan melanggar undang-undang Ormas. "Sebagaimana diatur dalam undang-undang Ormas, bahwa badan hukum publik yang dikeluarkan Kemenkumham, tidak perlu terdaftar di Kesbangpol. Kami berbadan hukum Kemenkum HAM dan apalagi sudah menyampaikan laporan di Kesbangpol Majene juga. Jadi kami sangat menyesalkan keputusan unsur Muspida Majene," terang Andi Rahmat.
Andi Rahmat juga menuding Pemda dan Polres Majene melanggar ketentuan undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum. Yang menurutnya, Kepolisian tidak berwewenang mengeluarkan izin penyampaian aspirasi di muka umum.
"Yang kami pahami, bahwa menyatakan pendapat di muka umum itu tidak perlu ada izin dari kepolisian. Kita hanya perlu menyampaikan kegiatan kepada polisi," ucapnya.
Soal keamanan kata Rahmat, pihaknya mengaku telah berkomunikasi dengan beberapa Ormas lain untuk suksesi pelaksanaan acara Pawai dan Tablig Akbar tersebut. "Kami bahkan komunikasi dengan GP. Anshor. Meski mereka tidak sepaham, tapi bukan berarti akan turun dan membubarkan kegiatan kami," tuturnya.
Kendati dilarang gelar konvoi, HTI tetap diizinkan menggelar kegiatan Indonesia Khilafah Forum, yang rencananya akan digelar di Villa Bogor Majene besok. (har)
Wakil Bupati Majene, H. Lukman, mengatakan, Pemda Majene tidak dapat memberikan izin kepada HTI karena organisasi masyarakat (Ormas) tersebut tidak mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Majene.
"Atas masukan dari unsur Muspida, maka kami mohon maaf tidak dapat memberikan izin pelaksanaan kegiatan ini," kata Lukman di hadapan sejumlah kader HTI di Kantor Bupati Majene, Sabtu (8/4).
Di tempat sama, Kapolres Majene AKBP Grendie Teguh Pidegso juga turut menolak kegiatan Ormas Islam tersebut. Grendie mengaku, kegiatan HTI di Majene berpotensi menjadi momentum lahirnya konflik di daerah ini, bahkan kata dia, bisa menjadi momentum lahirnya konflik nasional.
"Sudah ada dua Ormas lain yang menolak kegiatan ini. Ada GP Anshor dan Aliansi Pemuda Nusantara," kata Grendie saat pertemuan unsur Muspida Majene dan Hizbut Tahrir.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD HTI Sulbar, Andi Rahmat mengatakan Pemda Majene tidak adil dan melanggar undang-undang Ormas. "Sebagaimana diatur dalam undang-undang Ormas, bahwa badan hukum publik yang dikeluarkan Kemenkumham, tidak perlu terdaftar di Kesbangpol. Kami berbadan hukum Kemenkum HAM dan apalagi sudah menyampaikan laporan di Kesbangpol Majene juga. Jadi kami sangat menyesalkan keputusan unsur Muspida Majene," terang Andi Rahmat.
Andi Rahmat juga menuding Pemda dan Polres Majene melanggar ketentuan undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum. Yang menurutnya, Kepolisian tidak berwewenang mengeluarkan izin penyampaian aspirasi di muka umum.
"Yang kami pahami, bahwa menyatakan pendapat di muka umum itu tidak perlu ada izin dari kepolisian. Kita hanya perlu menyampaikan kegiatan kepada polisi," ucapnya.
Soal keamanan kata Rahmat, pihaknya mengaku telah berkomunikasi dengan beberapa Ormas lain untuk suksesi pelaksanaan acara Pawai dan Tablig Akbar tersebut. "Kami bahkan komunikasi dengan GP. Anshor. Meski mereka tidak sepaham, tapi bukan berarti akan turun dan membubarkan kegiatan kami," tuturnya.
Kendati dilarang gelar konvoi, HTI tetap diizinkan menggelar kegiatan Indonesia Khilafah Forum, yang rencananya akan digelar di Villa Bogor Majene besok. (har)