WALHI: Pemerintah Sulbar Perlu Menangkar Binatang
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/03/walhi-pemerintah-sulbar-perlu-menangkar.html
Majene, fokusmetrosulbar.com- Peristiwa tragis yang menimpah petani sawit Mamuju Tengah, terus mengundang perhatian publik. Bukan hanya viral di jejaring sosial, tetapi di media-media nasional bahkan internasional turut menyorot kematian Akbar (26), petani yang ditelan ular piton.
Tak hanya diliput media, peristiwa langkah itu sontak menjadi bahan diskusi. Salah satunya adalah kegiatan Diskusi Jurnalistik, Kamis (30/3) sore tadi. Diskusi Jurnalistik yang dihelat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mandar ini digelar di Warkop Cafe Daeng kota Majene. Diskusi tersebut menghadirkan pembicara dari WALHI dan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar).
Direktur WALHI Sulbar, Ikhsan Welly pada kesempatan ini mengatakan, pemerintah Sulawesi Barat dan Mamuju Tengah tidak boleh lepas tangan atas peristiwa tersebut. Menurutnya, persoalan itu bisa terjadi karena habitat ular piton telah dirusak.
"Karena ekosistem terganggu, maka ular itu kehabisan makanan, akhirnya manusia pun jadi korbannya," tuding Ikhsan Welly.
Baca WALHI: Pemkab Mateng Harus Bertanggung Jawab atas Kematian Petani Sawit
Untuk menghindari hal serupa terjadi, Ikhsan berharap Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Pemkab. Mamuju Tengah mulai memikirkan penangkaran binatang. Dikatakan Ikhsan, menghabisi ular piton itu hal yang tidak benar, karena satwa liar tersebut bagian dari satu siklus kehidupan (rantai makanan-red) di alam.
"Kalau perlu pemerintah daerah bangun kebun binatang, paling tidak ada penangkaran binatanglah," harapnya.
Hal senada juga dikatakan Sari Rahayu Rahman. Ahli ekologi yang juga Ketua Jurusan Biologi Unsulbar ini mengatakan, pada hakekatnya ular piton bukanlah pemangsa, namun ketika berhadapan dengan situasi yang sulit (mempertahankan diri) ular bisa menyerang dan jadi buas.
"Sebenarnya ular piton ini mahluknya pemalu. Namun mungkin karena terganggu, sehingga ia jadi pemangsa," terang Sari.
Sari menegaskan binatang melata (ular piton) itu hanya memiliki dua persen naluri memangsa, bahkan kata dia, ular piton bisa dibuat menjadi jinak. (har)
Tak hanya diliput media, peristiwa langkah itu sontak menjadi bahan diskusi. Salah satunya adalah kegiatan Diskusi Jurnalistik, Kamis (30/3) sore tadi. Diskusi Jurnalistik yang dihelat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mandar ini digelar di Warkop Cafe Daeng kota Majene. Diskusi tersebut menghadirkan pembicara dari WALHI dan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar).
Direktur WALHI Sulbar, Ikhsan Welly pada kesempatan ini mengatakan, pemerintah Sulawesi Barat dan Mamuju Tengah tidak boleh lepas tangan atas peristiwa tersebut. Menurutnya, persoalan itu bisa terjadi karena habitat ular piton telah dirusak.
"Karena ekosistem terganggu, maka ular itu kehabisan makanan, akhirnya manusia pun jadi korbannya," tuding Ikhsan Welly.
Baca WALHI: Pemkab Mateng Harus Bertanggung Jawab atas Kematian Petani Sawit
Untuk menghindari hal serupa terjadi, Ikhsan berharap Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Pemkab. Mamuju Tengah mulai memikirkan penangkaran binatang. Dikatakan Ikhsan, menghabisi ular piton itu hal yang tidak benar, karena satwa liar tersebut bagian dari satu siklus kehidupan (rantai makanan-red) di alam.
"Kalau perlu pemerintah daerah bangun kebun binatang, paling tidak ada penangkaran binatanglah," harapnya.
Hal senada juga dikatakan Sari Rahayu Rahman. Ahli ekologi yang juga Ketua Jurusan Biologi Unsulbar ini mengatakan, pada hakekatnya ular piton bukanlah pemangsa, namun ketika berhadapan dengan situasi yang sulit (mempertahankan diri) ular bisa menyerang dan jadi buas.
"Sebenarnya ular piton ini mahluknya pemalu. Namun mungkin karena terganggu, sehingga ia jadi pemangsa," terang Sari.
Sari menegaskan binatang melata (ular piton) itu hanya memiliki dua persen naluri memangsa, bahkan kata dia, ular piton bisa dibuat menjadi jinak. (har)