Pria ini Dikerangkeng selama 13 Tahun
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/03/pria-ini-dikerangkeng-selama-13-tahun.html
Mamasa, fokusmetrosulbar.com --Penderita gangguan kejiwaan di Mamasa semakin hari kian bertambah. Namun sayang, penanganan terhadap para penderita masih belum tersentuh secara keseluruhan oleh pemerintah terkait. Sebagaimana diketahui, para penderita tersebut berhak mendapatkan bantuan dari Dinas Sosial.
Seperti itulah kiranya yang dialami seorang warga Dusun Lombok-lombok Desa Lembangna Salulo, Kecamatan Mamasa, Demas (40). Demas harus menjalani kehidupannya dengan berada dalam kerangkeng (kurungan) selama kurang lebih 13 Tahun lamanya, lantaran mengalami gangguan kejiwaan.
Kepada awak fokusmetrosulbar.com, kedua orangtua Demas, Mesakaraeng (62) dan Tasik (59) saat ditemui di rumahnya (14/3), mengisahkan apa yang dialami anaknya selama ini.
"Demas mengalami gangguan jiwa saat berumur 27 tahun yakni sejak tahun 2003. Hingga akhirnya pada tahun 2004 keluarga memutuskan untuk mengkerangkeng (mengurung, red) Demas," ungkap ayah Demas, Mesakaraeng.
Sementara Sang Ibu, Tasik, mengungkapkan bahwa sebenarnya dengan mengurung anaknya itu, merupakan keadaan yang menyakitkan baginya. Hal demikian terpaksa dilakukan lantaran khawatir Demas akan berbuat hal yang tak diinginkan.
Hati kecil Sang Ibu sebenarnya tidak tega anaknya demikian, namun apalah daya, perekonomian keluarga membuatnya tak mampu berbuat banyak dengan membawanya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), atau setidaknya memberinya pengobatan yang lebih layak di rumah sendiri.
"Saya kasian Demas dikurung, tapi mau diapa, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan," ucap Tasik, dengan sedikit menitikan air mata.
Kepada wartawan, Sang Ibu mengungkapkan sedikit kekecewaannya terhadap pemerintah. Lantaran setelah sekian lama, perhatian yang pernah diberikan pemerintah sebelumnya hingga kini belum juga terealisasi.
"Padahal sudah tiga kali anak saya dipoto dari Dinas Sosial Mamasa dan dari Pemerintah. Saya kurang tahu apa maksudnya anakku dipoto dan menanyakan data keluarga kami," ungkapnya.
Sementara di tempat berbeda, Kepala Dinas Sosial Mamasa yang coba dikonfirmasi wartawan, sedang tidak berada ditempat. Demikian juga dengan sekretaris dinas dan kepala bidang terkait. Namun dari salah seorang staf, berhasil diperoleh informasi bahwa untuk Kabupaten Mamasa hingga Maret 2017 ini, telah mendata sebanyak 70 orang penderita gangguan jiwa.
"Saat ini kami masih terus rampungkan data, dan kemungkinan besar penderita gangguan jiwa akan bertambah," kata salah seorang staf Dinas Sosial Mamasa.
Ia menyarankan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat agar mengkonfirmasi kepada kepala dinas dan kepala bidang yang menangani. (klp/tfk).
Seperti itulah kiranya yang dialami seorang warga Dusun Lombok-lombok Desa Lembangna Salulo, Kecamatan Mamasa, Demas (40). Demas harus menjalani kehidupannya dengan berada dalam kerangkeng (kurungan) selama kurang lebih 13 Tahun lamanya, lantaran mengalami gangguan kejiwaan.
Kepada awak fokusmetrosulbar.com, kedua orangtua Demas, Mesakaraeng (62) dan Tasik (59) saat ditemui di rumahnya (14/3), mengisahkan apa yang dialami anaknya selama ini.
"Demas mengalami gangguan jiwa saat berumur 27 tahun yakni sejak tahun 2003. Hingga akhirnya pada tahun 2004 keluarga memutuskan untuk mengkerangkeng (mengurung, red) Demas," ungkap ayah Demas, Mesakaraeng.
Sementara Sang Ibu, Tasik, mengungkapkan bahwa sebenarnya dengan mengurung anaknya itu, merupakan keadaan yang menyakitkan baginya. Hal demikian terpaksa dilakukan lantaran khawatir Demas akan berbuat hal yang tak diinginkan.
Hati kecil Sang Ibu sebenarnya tidak tega anaknya demikian, namun apalah daya, perekonomian keluarga membuatnya tak mampu berbuat banyak dengan membawanya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), atau setidaknya memberinya pengobatan yang lebih layak di rumah sendiri.
"Saya kasian Demas dikurung, tapi mau diapa, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan," ucap Tasik, dengan sedikit menitikan air mata.
Kepada wartawan, Sang Ibu mengungkapkan sedikit kekecewaannya terhadap pemerintah. Lantaran setelah sekian lama, perhatian yang pernah diberikan pemerintah sebelumnya hingga kini belum juga terealisasi.
"Padahal sudah tiga kali anak saya dipoto dari Dinas Sosial Mamasa dan dari Pemerintah. Saya kurang tahu apa maksudnya anakku dipoto dan menanyakan data keluarga kami," ungkapnya.
Sementara di tempat berbeda, Kepala Dinas Sosial Mamasa yang coba dikonfirmasi wartawan, sedang tidak berada ditempat. Demikian juga dengan sekretaris dinas dan kepala bidang terkait. Namun dari salah seorang staf, berhasil diperoleh informasi bahwa untuk Kabupaten Mamasa hingga Maret 2017 ini, telah mendata sebanyak 70 orang penderita gangguan jiwa.
"Saat ini kami masih terus rampungkan data, dan kemungkinan besar penderita gangguan jiwa akan bertambah," kata salah seorang staf Dinas Sosial Mamasa.
Ia menyarankan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat agar mengkonfirmasi kepada kepala dinas dan kepala bidang yang menangani. (klp/tfk).