Petani Demo PT Astra Tuntut Pembayaran Gaji, Perusahaan di Desak Mutasi Tiga Karyawan
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/03/petani-demo-pt-astra-tuntut-pembayaran.html
Mamuju Tengah, fokusmetrosulbar.com -- Puluhan petani asal Desa Tobadak Kecamatan Tobadak, Mateng, mendatangi kantor Pabrik Kelapa Sawit Argo Surya Raya Lestari II (Astra) di Polohu Desa Babana Kecamatan Budong-Budong, Senin (20/3).
Mereka menuntut pembayaran gaji Kelompok Tani (Poktan) yang belum terbayar. Bukan itu saja, massa demontran kecewa lantaran rekening salah satu poktan terblokir. Sementara pengakuan perbankan, pemblokiran itu atas persetujuan oknum karyawan PT Astra. "Makanya kita kesini ingin memperjelas alasan pemblokiran rekening dan keterlambatan gaji," tegas koordinator aksi, Armin.
Amarah demostran kian tersulut lantaran oknum perusahaan tidak ditemui di kantor. Beruntung keamanan dari TNI dan Polri segera tiba. Jika tidak massa demostran yang tersulut emosi bisa saja bertindak anarkis.
Dijelaskan Armin, petani tidak terima pemblokiran rekening oleh oknum karyawan. Lagi pula pemblokiran itu dilakukan sepihak. Ia menduga, perbuatan tercela itu akibat kekeliruan perusahaan di Jakarta mentransfer dana ke poktan. Dana sebesar Rp78 juta masuk ke kelompok yang dipimpin Masrurin. Sementara Masrurin enggan menerima dana itu karena merasa bukan miliknya.
Itu terungkap setelah Masrurin koordinasikan ke PT Astra. Ia meminta dana itu segera dibayarkan ke kelompok yang berhak. "Saya yang ikut mendampingi Masrurin saat itu," jelas Armin.
Yang aneh, bukannya menyelesaikan tapi oknum perusahaan justru memblokir rekening itu tanpa koordinasi. Sementara dana yang sebelumnya tersimpan di rekening sudah raib. Ironisnya, petugas bank menyatakan itu tanggungjawab kelompok. "Ini tentu membuat kami naik pitam," kesalnya.
Padahal, ketika melakukan koordinasi, perusahaan mengaku siap menyelesaikan. Tapi fakta berbicara lain. Rekening ditutup secara diam-diam. "Pokoknya, hari ini semua harus di tuntaskan, baik soal uang yang salah masuk rekening juga gaji petani harus diselesaikan. Kami orang kecil dan jangan dipersulit," tegas Armin disambut massa demonstran.
Emosi mulai meredam setelah seorang karyawan Muhammad Tugiran datang menemui mereka. "Saya sebenarnya sudah pindah tugas, tapi setelah terima informasi saya segera kesini dan baru tau masalahnya," kata Tugiran.
Menurutnya, masalah itu hanya miskomunikasi. Karena tahun sebelumnya tidak ada masalah soal pembayaran.
"Baru kali gaji terlambat terbayar karena pembayarannya sudah non tunai. Gaji dikirim langsung dari Jakarta ke rekening kelompok masing-masing. Itu bertujuan mencegah tindak kejahatan. Cuma dana yang dikirim pusat simpang siur. Tranferan sering tidak tepat dan kadang tidak sesuai hak kelompok. Masalah ini masih di bereskan dulu," katanya.
Meskipun pihak perusahaan telah berjanji segera menyelesaikan masalah itu, demonstran tetap menuntut agar ketiga oknum nakal di mutasi. Selain itu mereka berharap kejadian sama tidak terulang. (jml/riz)
Mereka menuntut pembayaran gaji Kelompok Tani (Poktan) yang belum terbayar. Bukan itu saja, massa demontran kecewa lantaran rekening salah satu poktan terblokir. Sementara pengakuan perbankan, pemblokiran itu atas persetujuan oknum karyawan PT Astra. "Makanya kita kesini ingin memperjelas alasan pemblokiran rekening dan keterlambatan gaji," tegas koordinator aksi, Armin.
Amarah demostran kian tersulut lantaran oknum perusahaan tidak ditemui di kantor. Beruntung keamanan dari TNI dan Polri segera tiba. Jika tidak massa demostran yang tersulut emosi bisa saja bertindak anarkis.
Dijelaskan Armin, petani tidak terima pemblokiran rekening oleh oknum karyawan. Lagi pula pemblokiran itu dilakukan sepihak. Ia menduga, perbuatan tercela itu akibat kekeliruan perusahaan di Jakarta mentransfer dana ke poktan. Dana sebesar Rp78 juta masuk ke kelompok yang dipimpin Masrurin. Sementara Masrurin enggan menerima dana itu karena merasa bukan miliknya.
Itu terungkap setelah Masrurin koordinasikan ke PT Astra. Ia meminta dana itu segera dibayarkan ke kelompok yang berhak. "Saya yang ikut mendampingi Masrurin saat itu," jelas Armin.
Yang aneh, bukannya menyelesaikan tapi oknum perusahaan justru memblokir rekening itu tanpa koordinasi. Sementara dana yang sebelumnya tersimpan di rekening sudah raib. Ironisnya, petugas bank menyatakan itu tanggungjawab kelompok. "Ini tentu membuat kami naik pitam," kesalnya.
Padahal, ketika melakukan koordinasi, perusahaan mengaku siap menyelesaikan. Tapi fakta berbicara lain. Rekening ditutup secara diam-diam. "Pokoknya, hari ini semua harus di tuntaskan, baik soal uang yang salah masuk rekening juga gaji petani harus diselesaikan. Kami orang kecil dan jangan dipersulit," tegas Armin disambut massa demonstran.
Emosi mulai meredam setelah seorang karyawan Muhammad Tugiran datang menemui mereka. "Saya sebenarnya sudah pindah tugas, tapi setelah terima informasi saya segera kesini dan baru tau masalahnya," kata Tugiran.
Menurutnya, masalah itu hanya miskomunikasi. Karena tahun sebelumnya tidak ada masalah soal pembayaran.
"Baru kali gaji terlambat terbayar karena pembayarannya sudah non tunai. Gaji dikirim langsung dari Jakarta ke rekening kelompok masing-masing. Itu bertujuan mencegah tindak kejahatan. Cuma dana yang dikirim pusat simpang siur. Tranferan sering tidak tepat dan kadang tidak sesuai hak kelompok. Masalah ini masih di bereskan dulu," katanya.
Meskipun pihak perusahaan telah berjanji segera menyelesaikan masalah itu, demonstran tetap menuntut agar ketiga oknum nakal di mutasi. Selain itu mereka berharap kejadian sama tidak terulang. (jml/riz)