Film Wiji Thukul Ceritakan Penindasan Aktivis dan Kekejaman Orde Baru

Wiji Thukul (Foto: halloapakabar. com)
Jakarta, FMS– Setelah melanglang buana di berbagai festival film internasional, film “Istirahatlah Kata-kata” yang bercerita tentang penyair Wiji Thukul ahirnya segera ditayangkan di berbagai bioskop dalam negeri.

Film yang disutradarai oleh Yosep Anggi Noen ini menyoroti kisah hidup Wiji Thukul saat masa pelariannya di Pontianak pada 1996.

Yosep Anggi Noen sang sutradara danYulia Evina Bhara sang produser, kini sedang berada di Busan International Film Festival untuk melakukan pemutaran perdana di Asia bersama delegasi Sinema Indonesia yang diusung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Pusbang Film.

Seperti diketahui, dibawah rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto, ada sejumlah aktivis yang memperjuangkan demokrasi. Saat itu, demokrasi masih sebuah ilusi dan sebatas gagasan karena dikungkung oleh berbagai aturan.

Wiji Thukul merupakan salah satu dari aktivis tersebut. Dia dikenal juga sebagai penyair yang kerap menyuarakan ketertindasan lewat puisi dan kata-katanya. Pria kelahiran 26 Agustus 1963 itu juga aktif ‘menggedor-gedor’ Orde Baru untuk membuka keran demokrasi.

Namun, selepas peristiwa pada 27 Juli 1996, di mana terjadi kerusuhan di sekitar perebutan kantor PDIP di jalan Diponegoro, ia disebut sebagai salah satu pemicunya dan ditetapkan sebagai tersangka.

Wiji masuk dalam daftar 14 aktivis yang disebut sebagai pemicu kericuhan itu, karenanya ia pun melarikan diri ke Pontianak selama delapan bulan dan berpindah-pindah. Hingga kini, dirinya tak pernah ditemukan keberadaannya.

Banyak rumor yang berkembang bahwa ia diculik dan kemudian mati dibunuh, tapi hingga kini jasadnya pun tak jua diketahui kalau benar telah mati. Kisah yang dialami Wiji itulah yang menjadi dasar pijakan Yosep Anggi Noen dalam menggarap film yang kemudian ia beri judulIstirahatlah Kata-kata.

“Wiji Tukul sosok orang biasa, tapi dia sangatsetia dan percaya bahwa puisi dan kata-kata mampu melawan ketertindasan,” ungkap Anggi.

Menurut Anggi, tak banyak generasi muda saat ini yang mengetahui sosok seperti Wiji Thukul, yang pernah berjuang untuk demokrasi, dan dibungkam.

“Anak-anak muda tidak tahu siapa Wiji Thukul, atau dapat dikatakan hanya sedikit yang tahu. Menariknya, mereka sangat mengenal kata-kata, seperti ‘Hanya ada satu kata: Lawan!’, tapi tidak tahu siapa yang menciptakan,” katanya.

Anggi mengatakan, masyarakat mestinya melihat kembali sejarah, khususnya akan keberadaan sosok Wiji Thukul yang selalu menyuarakan perlawanan, dan memihak pada kemanusiaan.

“Saat ini lebih banyak orang berteriak dan kosong. Dampaknya malah impulsif destruktif. Orang-orang masa kini harus belajar dari cara seperti Wiji Thukul dalam memanfaatkan kata-kata, untuk menyuarakan ketertindasan, dengankata-kata lugas, bermakna, dan juga dilatar belakangi kekuatan intelektualitas yangtinggi. Tidak asal ‘njeplak,'” tandasnya.(halloapakabar.com)

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item
close
Pemilihan Serentak Kabupaten Majene