Harga Sawit Turun lagi, Petani Menjerit Ketakutan
https://www.fokusmetrosulbar.com/2016/08/harga-sawit-turun-lagi-petani-menjerit.html
MATENG FMS - Harga sawit di Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulbar dewasa ini terus melemah. Anjloknya harga membuat petani di daerah itu menjerit ketakutan.
Mereka khawatir jatuhnya harga sawit akan melumpuhkan ekonomi petani. Mengapa tidak, selain biaya hidup mereka juga harus memikirkan biaya rutin untuk pemeliharaan. Jika harga terus memburuk petani terancam tak mampu membeli pupuk dan pestisida.
Buruknya harga sawit membuat petani di Bulurembu Desa Babana Kecamatan Budong Budong sangat terpukul. Ketua Kelompok Tani Mala'bi Idham, misalnya. Ia mengeluh sejak harga sawit jatuh keuangannya mulai lumpuh. Hal itu disebabkan harga sawit dan biaya pemeliharaan tidak lagi seimbang. Sementara dia harus rutin beli pupuk, pestisida dan membayar biaya pemangkasan. "Kalau pemasukan dan pengeluaran dikalkulasi sudah tidak seimbang," kata Idham, Selasa (8/8).
Kata Idham, bulan kemarin harga perkilo Rp1.300, tiba-tiba minggu ini mendadak turun menjadi Rp1.200. Padahal beberapa hari ini petani sedang menunggu kenaikan harga. Ironisnya, justru harga makin anjlok. "Makanya kami sangat resah jangan sampai harga makin memburuk," tandasnya.
Yusuf, buruh tani turut mengeluhkan anjloknya harga kelapa sawit. Kata dia, jasa yang mereka dapatkan bergantung harga. Jika naik otomatis upah meningkat, kalau harga turun gaji ikut berkurang. "Jadi kalau upahnya murah lebih baik kita banting stir cari kerja lain, sebab pekerjaan dikebun sawit sangat berat," beber Yusuf.
Anjloknya harga jual di tingkat petani ditengarai adanya spekulasi dari perusahaan sawit. Kecurigaan itu muncul sebab selama ini perusahaan tidak pernah transparan soal harga. Bahkan perusahaan enggan mengundang pemerintah untuk berdialog, duduk bersama petani membahas standar harga. Intinya petani kelapa sawit di Desa Babana, khususnya Bulurembu, sangat mengharapkan keterbukaan tentang harga jual sawit. Warga juga berharap pemerintah sekiranya peduli dan mendengarkan keluhan rakyat kecil. (jamal/riz)
Mereka khawatir jatuhnya harga sawit akan melumpuhkan ekonomi petani. Mengapa tidak, selain biaya hidup mereka juga harus memikirkan biaya rutin untuk pemeliharaan. Jika harga terus memburuk petani terancam tak mampu membeli pupuk dan pestisida.
Buruknya harga sawit membuat petani di Bulurembu Desa Babana Kecamatan Budong Budong sangat terpukul. Ketua Kelompok Tani Mala'bi Idham, misalnya. Ia mengeluh sejak harga sawit jatuh keuangannya mulai lumpuh. Hal itu disebabkan harga sawit dan biaya pemeliharaan tidak lagi seimbang. Sementara dia harus rutin beli pupuk, pestisida dan membayar biaya pemangkasan. "Kalau pemasukan dan pengeluaran dikalkulasi sudah tidak seimbang," kata Idham, Selasa (8/8).
Kata Idham, bulan kemarin harga perkilo Rp1.300, tiba-tiba minggu ini mendadak turun menjadi Rp1.200. Padahal beberapa hari ini petani sedang menunggu kenaikan harga. Ironisnya, justru harga makin anjlok. "Makanya kami sangat resah jangan sampai harga makin memburuk," tandasnya.
Yusuf, buruh tani turut mengeluhkan anjloknya harga kelapa sawit. Kata dia, jasa yang mereka dapatkan bergantung harga. Jika naik otomatis upah meningkat, kalau harga turun gaji ikut berkurang. "Jadi kalau upahnya murah lebih baik kita banting stir cari kerja lain, sebab pekerjaan dikebun sawit sangat berat," beber Yusuf.
Anjloknya harga jual di tingkat petani ditengarai adanya spekulasi dari perusahaan sawit. Kecurigaan itu muncul sebab selama ini perusahaan tidak pernah transparan soal harga. Bahkan perusahaan enggan mengundang pemerintah untuk berdialog, duduk bersama petani membahas standar harga. Intinya petani kelapa sawit di Desa Babana, khususnya Bulurembu, sangat mengharapkan keterbukaan tentang harga jual sawit. Warga juga berharap pemerintah sekiranya peduli dan mendengarkan keluhan rakyat kecil. (jamal/riz)