BPKD Akhirnya Penuhi Panggilan Pansus KTR DPRD Mamasa
https://www.fokusmetrosulbar.com/2017/05/bpkd-akhirnya-penuhi-panggilan-pansus.html
Mamasa, fokusmetrosulbar.com--Rapat bersama antara Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Mamasa dengan Badan Pengelolah Keuangan Daerah (BPKD) yang sebelumnya sempat tertunda beberapa kali akhirnya terlaksana, Rabu (24/5).
Kepala BPKD, Ardiyansah menyampaikan permohonan maaf atas beberapa kali agenda pertemuan yang telah direncanakan namun gagal. "Kami mohon maaf atas ketidakhadiran kami memenuhi undangan Pansus, hal itu dikarenakan selalu bertepatan saat kami menjalankan tugas luar," pinta Ardiansyah mengawali pemaparan.
Dikatakan, bahwa Instansi baik Badan maupun Dinas adalah mitra kerja DPRD, namun karena agenda yang tidak kalah penting mejadi asbab ketidak hadiran pihak BPKD selama ini.
"Kami sadar bahwa kita adalah mitra, selama kami ada di Mamasa pasti kami akan selalu hadir memenuhi panggilan DPRD," pungkasnya.
Pada pertemuan ini, Kepala BPKD Mamasa diminta menjelaskan kedudukan Dana Bagi Hasil (DBH) cukai rokok dalam APBD Mamasa. Seperti diketahui, sebelumnya DPRD Mamasa dengan Dinas Kesehatan sepakat untuk dilakukan uji petik mengenai ranperda KTR ini. Karena itu Pimpinan Pansus KTR David Bambalayuk mengharapkan, agar BPKD menjelaskan alur DBH cukai rokok dan pengalokasiannya.
Menyoal itu, Kepala BPKD Ardiyansyah menjelaskan, bahwa mengacu pada UU nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi, maka pajak rokok masuk kategori pajak provinsi. Dia juga mengungkap bahwa di dalam permendagri nomor 31 tahun 2016 tentang penyusunan APBD 2017 juga sudah dicantumkan penganggarannya.
"Kalau secara spesifik itu ada di Permenkes nomor 17 tahun 2016. Ini sudah diatur dalam Juknis bagaimana penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat," jelasnya.
Lulusan IPDN tersebut lanjut menjelaskan bahwa dalam pasal 31 UU nomor 28 dijelaskan 50 persen dari DBH pajak rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum. "Jadi dari 100 persen DBH pajak rokok yang diterima, 50 persen unutuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh yang berwenang. Sedangkan 50 persen sisanya itu disesuaikan dengan prioritas pembangunan daerah," lanjutnya.
Ia lalu merinci penggunaan anggaran tersebut antara lain peningkatan kesehatan keluarga, peningkatan gizi, peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan kesehatan kerja dan olehraga, sampai kepada pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Terkait posisi anggaran DBH itu dalam APBD Mamasa tahun 2017, Ia menuturkan pada pendapatan diestimasikan pendapatan lain-lain yang sah khusus bagi hasi pajak rokok dari provinsi sebesar Rp. 4 Milyar dan asumsi ini diambil dari penerimaan tahun-tahun sebelumnya. (klp/har)
Kepala BPKD, Ardiyansah menyampaikan permohonan maaf atas beberapa kali agenda pertemuan yang telah direncanakan namun gagal. "Kami mohon maaf atas ketidakhadiran kami memenuhi undangan Pansus, hal itu dikarenakan selalu bertepatan saat kami menjalankan tugas luar," pinta Ardiansyah mengawali pemaparan.
Dikatakan, bahwa Instansi baik Badan maupun Dinas adalah mitra kerja DPRD, namun karena agenda yang tidak kalah penting mejadi asbab ketidak hadiran pihak BPKD selama ini.
"Kami sadar bahwa kita adalah mitra, selama kami ada di Mamasa pasti kami akan selalu hadir memenuhi panggilan DPRD," pungkasnya.
Pada pertemuan ini, Kepala BPKD Mamasa diminta menjelaskan kedudukan Dana Bagi Hasil (DBH) cukai rokok dalam APBD Mamasa. Seperti diketahui, sebelumnya DPRD Mamasa dengan Dinas Kesehatan sepakat untuk dilakukan uji petik mengenai ranperda KTR ini. Karena itu Pimpinan Pansus KTR David Bambalayuk mengharapkan, agar BPKD menjelaskan alur DBH cukai rokok dan pengalokasiannya.
Menyoal itu, Kepala BPKD Ardiyansyah menjelaskan, bahwa mengacu pada UU nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi, maka pajak rokok masuk kategori pajak provinsi. Dia juga mengungkap bahwa di dalam permendagri nomor 31 tahun 2016 tentang penyusunan APBD 2017 juga sudah dicantumkan penganggarannya.
"Kalau secara spesifik itu ada di Permenkes nomor 17 tahun 2016. Ini sudah diatur dalam Juknis bagaimana penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat," jelasnya.
Lulusan IPDN tersebut lanjut menjelaskan bahwa dalam pasal 31 UU nomor 28 dijelaskan 50 persen dari DBH pajak rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum. "Jadi dari 100 persen DBH pajak rokok yang diterima, 50 persen unutuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh yang berwenang. Sedangkan 50 persen sisanya itu disesuaikan dengan prioritas pembangunan daerah," lanjutnya.
Ia lalu merinci penggunaan anggaran tersebut antara lain peningkatan kesehatan keluarga, peningkatan gizi, peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan kesehatan kerja dan olehraga, sampai kepada pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Terkait posisi anggaran DBH itu dalam APBD Mamasa tahun 2017, Ia menuturkan pada pendapatan diestimasikan pendapatan lain-lain yang sah khusus bagi hasi pajak rokok dari provinsi sebesar Rp. 4 Milyar dan asumsi ini diambil dari penerimaan tahun-tahun sebelumnya. (klp/har)